Aku memutuskan mendaki gunung lagi. Di tahun itu aku sudah mendaki 2 gunung, Papandayan dan Tambora. Lalu di bulan Juli aku liburan ke Baluran. Namun ada kekosongan di dalamnya. Yap , perjalanan itu tanpa berkumpulnya semua sahabat. Di Papandayan hanya ada Mantos dan Ardi. Di Tambora hanya ada Chimot. Dan di Baluran hanya ada Mahe dan Ervan. Padahal semua direncanakan oleh mereka semua, tapi tetap saja saat hari-H hanya beberapa yang ikut
Ku pilih Merapi sekedar mengenang cerita pendakian mereka. Kuajak Ardi, Ihsan dan Rudy. Baru kali inilah aku adalah yang paling tua dalam pendakian. Mungkin terlihat berpengalaman , padahal staminanya paling lemah… hahahaha. Pilihannya cuman satu, lewat Jalur Selo.
Aku dan Ardi tiba di Solo Jebres jam 3 pagi by KA Majapahit. Sedangkan Ihsan dan Rudy lebih tiba di Solo Balapan jam 2 jam lebih awal dengan KA Malabar. Sesuai scenario kami berkumpul di Solo Balapan. Selepas Subuh kami berjalan kaki menuju Terminal Tirtonadi , kurang lebih 1 km di belakang Solo Balapan. Tiada waktu lama kami sudah berada di Bis Jurusan Solo – Boyolali – Semarang.
Hanya 30 menit kami sampai di perempatan arah Selo. Kami berpindah bis ¾ yang sebelum ke arah Selo terlebih dahulu ke Pasar Boyolali mengantar Ibu – ibu yang akan jualan di Pasar itu. Kami berhenti di Pasar Cepogo untuk pindah angkutan sekalian membeli bekal. Hampir setengah jam kami menunggu Bis penuh agar segera berangkat menuju Selo.
Perjalanan cukup lama , hampir 1 ,5 jam. Apalagi harus berdesak – desakan dengan anak SMP – SMA. Aku berdiri di ujung pintu seperti kernet. Selintas aku teringat Edo yang berdiri diujung pintu saat perjalanan Pantura – Cirebon untuk pendakian Ciremai. Akibatnya dia masuk angin dan muntah – muntah di titik awal pendakian Ciremai. Alhamdulillah karena laju kendaraan pelan dan sudah siang jadi tidak masalah denganku.
Sampailah kami di pertigaan New Selo. Ketiinggian menurut jam-ku adalah 1600 mdpl, jadi kurang lebih 1300 mdpl lagi untuk mencapai puncak Merapi. Perjalanan langsung dimulai dengan tanjakan. Tujuan pertama adalah Base Camp untuk mengurus izin pendakian. Rupanya kebanyakan pendaki naik motor. Terlihat dari banyaknya motor yang diparkir. Dan mayoritas para pendaki tidak ada yang bermalam secara perjalanan hanya memerlukan waktu kurang lebih 5 jam. Itu buat mereka yang berstamina tinggi, kalo aku pasti lebih.
Izin dah selesai diurus Ardi dan Rudy, perjalanan pun kembali dilanjut ke New Selo. Di New Selo kami menyempatkan diri untuk sarapan. Mungkin kami terlalu pagi yang ada baru mie instan-nasi-telor dan nasi keras banget. Jam 09.00 kami mulai pendakian menuju Pos I.
Debu dan terik mewarnai perjalanan kami. Apalagi saat bertemu dengan pendaki yang turun dengan setengah berlari atau ngesot, debu berterbangan hingga kami terpaksa menutup wajah sambil memunggungi Merapi. Ku lihat Ihsan masih sabar menungguku, meski 2 pemuda yang lain sudah melesat dengan gelora anak muda meninggalkanku.
Mungkin pendakian terberat adalah dari Pos I – Pos II, meskipun waktu tempuh, Pos I – Pos II hanya sekitar 1,5 jam, lebih pendek dari pada waktu perjalanan New Selo – Pos I yang hampir mencapai 2,5 jam ( waktu saya hehehe…., kalo Ardi dan Rudy jelas lebih cepat). Itu karena tanah kering yang berdebu dan tanjakan terjal berbatu yang rentan. Meski memakai masker namun reaksi menahan nafas saat debu berterbangan dan jalan menanjak membuat kelelahan cepat menjalar.
Alhamdulillah sampai juga di Watu Gajah. Hanya setengah jam dari Pos II. Waktu menunjukkan pukul 13.30, targetku adalah 15.00. Kurebahkan badan hingga akhirnya terlelap. Baru saja “mak ler” Ardi membangunkanku. Aku pun bangkit , bangkit dan menuju dimana Rudy berada. Setelah anggota berkumpul semua, kami memutuskan mendirikan tenda.
Malam tiba. Kulihat tiga pemuda itu sibuk menyiapkan makan malam. Sekejab haruku hadir. Sepertinya bayang – bayang Sahabat sedang memasak. Dan lamunanku pun terhenti setelah salah satu dari mereka bertanya “ Mana piring nya Mas ? “
…………………………………..
Kulihat sudah jam 04.00 aku pun bangun. Ku coba bangunin 3 anggotaku. Rupanya mereka masih enggan keluar dari dunia mimpi. Akupun bersiap diri menuju puncak. 04.30 aku mulai beranjak.
05.30 aku sampai di Pasar Bubrah. Kuliat tepian tertinggi kawah Merapi masih menjulang di arah selatan. Haus mulai mendera, aku lupa membawa bekal minum. Tenggorokanku sudah terasa tercekat. Ku lihat ke belakang tidak terlihat anggotaku. Apakah aku kuat sampai ke atas dengan tanpa minum ? ah kulanjutkan saja
Kata orang terjalnya jalur menuju puncak Merapi lebih berat dari pada jalur puncak menuju puncak Mahameru. Aku sudah lupa yang jelas saat di summit attack di Semeru aku berbekal 600 ml air, dan sekarang tidak. Dan bagiku jalur ini kurang lebih sama. Mungkin sudah setengah menuju puncak. Aku terduduk sambil mengais nafas. Tiba – tiba ada pemuda SMA yang mengajakku ngobrol. Rupanya mereka mendirikan tenda disebelah tenda kami. Ku beranikan untuk meminta seteguk air minum. Tiba – tiba ku lihat Rudy di bawah. Cepat juga dia menuju ke atas. Beberapa menit kemudian dia sudah berada di sampingku.
Jam 06.30 sampailah kami di bibir kawah. Waktu yang aku tempuh adalah 1,5 Jam dari Watu gajah.
Ku daki apa yang pernah kau daki
Hanya untuk kau tahu jika aku sedang kesepian
Seperti meniti masa lalu
Saat kita masih pongah dan merasa hebat
Setapak ini tertulis telapak sepatumu
Batu ini tertulis telapak tanganmu
Aku pun samar – samar mampu menyimpulkan gema nadimu
Kudaki apa yang pernah kau daki
Agar kau tahu jika aku sedang memanggilmu di Merapi
Kunyalakan kembali nyala kecil tentang mimpi terlupa
sambil berbincang bersama angin bergumam
angin yang dulu mungkin menertawakan lelahmu …………
Note : Foto diambil menggunakan iphone 5S dan Sony RX-100