Welirang : Gunung pertama yang meracuni kami


Welirang ( 20-22 Juni 2004 )

Welirang adalah gunung pertama yang kami (Mantos & Chimot) daki dan meracuni kami hingga kini. Saya tidak ingat persis kapan saya mendaki gunung ini, yang jelas sewaktu saya masih masa-masa kuliah tingkat akhir. Dari propertis foto yang saya punyapun saya tidak bisa memastikan tanggal berapa bulan apa saya mendaki, karena kamera yang saya pakai masih kamera analog. Waktu itu memang belum banyak kamera digital atau memang kami gaptek yang jelas belum seorangpun dari kami ber-6 yang sudah memiliki kamera digital. Tanggal dan bulan di atas saya dapatkan setelah dapat informasi dari Chimot.Ajakan datang dari teman saya Agus waktu saya sedang bermain ke kostnya dia. Ngobrol kesana-kemari ternyata dia adalah mantan pemimpin oraganisasi pecinta alam di eks-SMA nya. Dia bercerita banyak tentang pendakian dan petualanganya yang mengagumkan di beberapa gunung di jawa tengah. Saya benar-benar tertarik dan pada akhirnya kami merencanakan pendakian bersama dengan beranggotakan 6 orang. Enam orang itu adalah Agus, anung, nanang, rizki, chimot, dan saya sendiri (mantos). Diantara ke-6 tersebut, 2 orang pertama sudah pernah melakukan pendakian sebelumnya dan 4 orang terakir adalah pendaki pemula. Dengan berbekal kepercayaan pada orang yang berpengalaman (baca: Agus), kamipun berangkat dari keputih menuju ke jalur pendakian Tretes. Pemilihan jalur tretes tidak lain karen jalur ini adalah jalur paling landai, walaupun merupakan jalur yang terpanjang pula. Setidaknya jalur ini aman dan mudah untuk pendaki pemula seperti saya.

Pos Pendakian Tretes – Pet Bocor

26. Selamat Tinggal CupitSebelum melakukan pendakian kami melapor ke Pos pendakian Tretes. Di sini kami bertemu dengan Mas Cupit, sebagai penjaga pos. Waktu itu cuaca memang tidak begitu baik, s ehingga kami berkonsultasi dengan Mas Cupit perihal pendakian ke puncak. Dan ternyata kami dipersilahkan untuk melakukan pendakian, jika cuaca memburuk disarankan untuk tidak memaksakan diri ke Puncak. Biaya registrasi di Pos ini kurang lebi Rp.2000,- seingat saya. Dari Pos kami berangkat sekitar pukul 2 siang. Perjalan dari Pos pendakian sampai ke Pos 1 yaitu Pet Bocor dapat di tempuh dalam waktu 2 jam. Jalur yang di tempuh berupa jalanan lebar bebatuan, dimana jalan ini masih bisa di lewati oleh Mobil Pick-up pengangkut Belerang. Jalanan cuku landai tetapi melelahkan, karena panjang dan bebatuan. Sampai di Pos 1 kami istirahat untuk mengisi bahan bakar (Baca: air minum). Dua orang anggota kami sudah ada yang terkapar sakit, yaitu Anung yang masuk angin dan Riski yang kakinya kram. Setelah 30 menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan ke Pos 2

Pos 2 (Kopkopan)

10. Pagi Hari di Kokopan

Setelah menempuh 4 jam perjalan, akhirnya kami sampai di Pos 2. Perjalan sebenarnya bisa di tempuhdalam waktu lebih singkat dari itu, karena kami harus sering berhenti mengimbangi teman kami yang sakit akhirnya pendakian tersendat dan memakan waktu yang cukup lama. Sampai di Pos 2 cuaca sudah mulai memburuk, hujan gerimis menyertai kedatangan kami. Udara yang cukup dingin menusuk tulang2 yang membuat badan kami menggigil kedinginan. Di pos ini merupakan pemukiman penambang belerang di kawah gunung welirang. Banyak sekali gubuk2 yang beratapkan jerami sebagi tempat tinggal sementara bagi para penambang. Di sini terdapat sumber air yang sangat melimpah, terdapat sungai kecil yang mengalir cukup deras. Waktu itu kami tidak menyiapkan tenda, kami hanya membawa terpal dan ponco sebagai tempat berteduh dari guyuran hujan. Karena perjalanan ke Puncak masih cukup jauh, dan hari sudah malam akhirnya kami memutuskan untuk menginap di sini. Kami mencoba mencari tempat untuk bisa membeber terpal dan ponco kamu sebagai tempat berteduh semalam. Ternyata di tempat ini sangat terbuka, dan tidak ada pohon yang bisa kami buat mengikatkan tali terpal kami. Keberuntungan akhirnya menghampiri kami, ada seorang bapak2 menawarkan ke kami penginapan gratis di sebuah gubuk yang belum selesai di bangun. Walaupun belum selesai, tetapi kami sangat bersyukur karena gubuk tersebut sudah ada atap yang melindungi kami dari hujan. Kami segera membeber terpal sebagai alas , dan mengikat ponco sebagai penutup pintu. Sebagai pendaki pemula, cukup beresiko jika kita tidak mebawa bekal perlengkapan yang memadai. Tidak hanya tenda yang tidak kami punyai, sleeping bagpun kami belum punya. Benar2 pendakian kere yang pernah kami lakukan. Bebrbekal jaket Elektro yang tipis, kami tidur melingkar seperti kucing. Udara dingin benar2 menusuk tulang dan menggetarkan gigi2 kami yang tidak rata. Malam terasa sangat panjang karena kami tidak bisa tidur dengan nyaman. Akhirnya fajarpun menyingsing dari timur, Agus sebagai pemimpin ekspedisi segera membangunkan tidur kami yang terlambat. Segera kami foto2 dan mempersiapkan pendakian ke puncak. Setelah mengecek perbekalan dan stamina, akhirnya kami memutuskan melakukan pendakian ber-4. Sementara teman kami 2 orang di tinggal di pos karena masih sakit. Dengan berbekal tas kecil dan sebotol aqua, kami ber-4 melanjutkan perjalanan mulai pukul 08.00.

Pos 3 (Pondokan)

12. Ilalang menuju Pondokan

Perjalanan dari Pos 2 menuju Pos 3 dapat di tempuh dalam waktu kurang lebih 4 jam. Perajalan melewati jalur penambang yang cukup mudah di lewati. Sepanjang perjalanan ke pondokan adalah hutan tropis yang kering, pohon pinus yang besar dan tinggi cukup untuk melindungi kami dari panas selama perjalanan. Sering sekali kami berpapasan dengan pendaki lain yang sedang turun gunung, mereka kelihatan bersemangat dengan berlari. Trek pendakian tidak terlalu curam, dan cenderung landai. Setelah 4 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di pondokan atai Pos 3. Disini kita bisa menjumpai pemukiman para penambang belerang, dan juga tenda2 para pendaki yang bermalam disini. Tempat ini adalah pos untuk 2 gunung sekaligus, yaitu Gunung Arjuno dan Welirang. Jika anda hendak meneruskan perjalanan ke Arjuno, anda mengambil arak ke kiri menyisir bukit yang berada di sebelah kiri setelah Pos. Untuk melanjutkan ke Welirang, anda cukup mengambil jalan lurus sesuai dengan jalur para penambang. Di pos ini terdapat persedian air yang melimpah juga, kami menyempatkan untuk mengisi bahan bakar kami yang sudah menipis. Disni kami bertemu pendaki yang sedang masak-masak dan makan siang, mereka dengan baik hati menawari kami makan. Hmmm…walau dengan sedikit malu2, akhirnya kami mau juga…:D. Nasi lauk telur asin, hmmm….nikmat juga yah…………makasih banyak ya mas…ucap kami. Setelah kenyang dan merenggangkan otot kaki kami selama 1 jam, kami melanjutkan perjalnan ke Puncak Welirang. Pukul i siang kami melanjutkan perjalanan, matahari cukup terik mengiringi perjalanan kami.

Aroma Puncak

Perjalanan dari Pondokan menuju Puncak dapat di tempuh dalam waktu 6 jam. Jalur pendakian cukup mudah di temukan karena jalur ini merupakan jalur penambang. Sering sekali kami papasan dengan para penambang belerang yang sangat perkasa. Dengan berbekal teroli kecil, mereka mengusung belerang dari puncak gunung seberat 50 kg. Tak jarang mereka meminta ke kami minum dan makanan yang kami bawa, benar2 perjuangan yang sangat melelahkan. Dari 50kg belerang, hanya di hargai Rp 800,-/kg. Bisa dihitung kan berapa rupiah untuk 50 kg, yaitu 45 ribu rupiah. Sebuah perjuangan hidup yang perlu mendapatkan apresiasi dari hati kita yang paling dalam. Sudah selayaknya kita cukup bersyukur dengan kondisi kita yang jauh lebih baik dari mereka. Walaupun mereka membawa teroli dan cangkul yang berat, tak jarang kami sering di Overlap oleh mereka. Sungguh kekuatan alam yang membuat mereka menjadi manusia super seperti itu. Perjalan menuju puncak masih di dominasi oleh hutan tropis yang kering. Trek menuju puncak berupa bebatuan, dan dari sini kkta sudah bisa mencium bau belerang yang berasal dari puncak. Trek sudah tidak landai lagi, melainkan menanjak drastis. Setelah lepas dari hutan tropis, kami menemukan Vegetasi puncak berupa tanaman Perdu dan juga Edelweis. DI sinilah pertama kali saya mengelan tanaman Edelweis yang abadi bunganya tersebut. Dari sini kita sudah bisa melihat seperempat pemandangan kota yang dibawah kita. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 Sore, cuaca di atas berkabut tebal dan kurang bersahabat. Menurut informasi dari pendaki yang turun, mereka menyarankan untuk tidak melanjutkan perjalanan karena badai di puncak. Sebagai pendaki Pemula, kami sangat menghargai saran orang lain. AKhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri pendakian di tempat ini. Sejenak foto2 dan meluruskan kaki, kami segera angkat kaki dari tempat ini sebelum malam tiba. Perjalanan pulang mengikuti jalur yang sama dengan perjalanan naik. Pendakian ini adalah titik awal dari pendakian2 berikutnya.

22. Kemenangan Hitler

20. Kakek On The Top21. Seorang Pendaki23. Wahai Alam

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s