Singapore–The Glamor Lion City


Setelah seharian di Kuala Lumpur tiba saatnya kami pergi ke Singapura. Berangkat jam 23.00 waktu setempat dengan bis seharga 40 RM per orang. Setelah melewati jembatan malyasia-singapura (lebih pendek dari pada jembatan ke pulau Penang) dan memasuki kantor imigrasi, kami tiba di Singapura pukul 04.00 waktu setempat di tempat tak dikenal, tampaknya kantor agen bis, tapi entahlah. Sama seperti di KL, begitu turun dari bis kami langsung dikerubuti para taxi driver yang menawarkan jasanya. Kami menolak semua tawaran. Kemudian kami mencari tempat nyaman, untuk loading roh kami yang terbawa mimpi  akibat bangun tiba-tiba dari tidur di bis. Tempat itu tampak seperti pasar dengan barisan toko dua tingkat dibagian depan dan ditengah-tengah barisan toko ada jalan masuk ke dalam. Tampak ada beberapa orang keturunan cina yang sedang ngobrol dan makan. Mungkin mereka para pemilik toko. Akhirnya kami mengambil tempat di teras salah satu toko.

Mantos dan Edo “unstable”  langsung tidur ditempat, Ahmad “Chimot” mengutak-atik dokumen dan mencari peta singapura hasil print dari google map.  Aku tak ingat apa yang dilakukan Son “si anak laki-laki”. Aku dan Purwo “manusia purba” mencoba mencari tahu dimana kami berada, tak jauh berjalan kami balik ke tempat nyaman itu. Son dan Chimot bergabung untuk mencari nama jalan. Akhirnya kami menemukan sebuah nama jalan yaitu Jalan Jawa. Berdasarkan nama jalan itu kami dapat mengetahui posisi kami di peta google map hasil ngeprint yang dipegang chimot, yaitu kami berada di Beach road. Jarak kami berada dengan hostel ABC dimana kami telah booking ternyata tidak jauh tapi tidak dekat, dapat ditempuh dengan berjalan kaki dalam waktu tidak lama.

Kami menyusuri Beach Road, dan kami menemukan masjid Hajjah Fatimah. Kami pergi ke masjid itu. Mantos, Edo, Son, Chimot, dan Purwo akan sholat di masjid itu. Di pintu kami disambut oleh seorang bapak tua (tampaknya penjaga masjid). Dia berkata-kata dengan nada agak tinggi tapi agak tidak jelas mengenai dimana kami harus meletakkan sandal, tas, dan tempat wudhu. Ketika itu belum adzan jadi aku harus menunggu agak lama sampai sholat selesai. Pada waktu kami akan keluar dari masjid, orang tua tadi minta uang. Kami tidak punya pecahan dolar singapura, jadi kami katakan tidak ada, dan menawarkan ringgit malaysia. Dia setuju menerima ringgit malaysia.

Menyusuri Jalan Sultan, kemudian berbelok ke kiri, akhirnya kami menemui Jalan Kubor, dimana hostel berada. ABC hostel begitulah tulisan yang terdapat di neon box disebuah bangunan. Kami masuk dan langsung check-in. Aturan check-in adalah jam 11, tapi berhubung banyak tempat kosong kami diberi kemudahan. Resipsionis yang bertugas waktu itu tampaknya adalah pemilik hostel. Seorang keturunan cina yang bisa bahasa melayu dan sering mengakhiri kalimatnya dengan kata “lah”.  Kami mengambil beberapa peta singapura yang ada disana. Kemudian dia mengantar kami ke kamar, menunjukkan tempat sarapan dan kamar mandi. Setelah itu kami tidur di kamar ber-AC dengan 3 tempat tidur susun dan 3 lemari locker.

Nikmatnya tidur sungguh menjadi tantangan terbesar saat itu, dengan tekad yang kuat kami bangun. Sesuai rencana kami akan menuju ke icon Singapura yaitu The Merlion statue yang terkenal itu.  Dari hostel kami berjalan ke stasiun MRT Bugis. Sistem pembayaran tiket di Singapura berbeda dengan di KL dan Bangkok. Di Singapura menggunakan kartu, kartu ini seperti sistem pulsa, jika ada kelebihan pulsa dapat diuangkan lagi. Kami turun di stasiun Raffles place.

Di Raffles place kami kesulitan mencari Merlion park, kami berpencar menjadi dua kelompok, aku bersama Son, sedangkan Mantos, Edo, Chimot, bersama Purwo. Akhirnya kami sama-sama mencapai Patung Merlion, letaknya ditepi sungai, menyemprotkan air dari mulutnya. Letaknya didekat esplanade bridge. Waktu itu begitu panas, tapi banyak orang yang berfoto-foto di sana, termasuk kami. Setelah puas berfoto-foto kami menuju patung Raffles  didepan victoria theater and concert hall. Patung itu berwarna hitam. Di sana kami bertemu beberapa anak sekolah. Seoarang anak sekolah mendekati kami dan menejelaskan bahwa mereka sedang melakukan sebuah kegiatan. Dia meminta dua orang dari kami untuk berpartisipasi, yaitu dengan push up bersama. Mantos dan Chimot mengajukan diri dan push up bersama dia di depan gurunya. Kami kurang tahu tujuannya, dan menduga-duga kegiatan itu untuk melatih komunikasi dengan orang asing. Setelah itu kami berfoto didepan patung Raffles. Didekat sana ada The art house dan Parliament house. Kami berjalan menyusuri sungai dan kami menemukan patung Raffles yang lain, yang ini berwarna putih. Yang setelah sampai hostel baru kami ketahui bahwa patung yang putih adalah yang asli, sedangkan yang hitam adalah replika yang konon berasal dari Palembang.

Hari begitu panas dan melelahkan, kami memutuskan kembali ke hostel dengan jalur yang sama seperti waktu berangkat. Dalam perjalanan menuju hostel kami menemukan sebuah restoran yang tampak sekali menjual makanan Halal. Kami makan di sana. Sesampai di kos kami tidur kelelahan.

Pada malam harinya kami menuju mustafa center, menurut analisa Mantos di sana menjual barang-barang murah. Sebelumnya Mantos dkk sudah berencana untuk sholat magrib di Masjid Sultan. Di belakang masjid ada tempat makan terbuka dan beberapa toko souvenir. Harga barang-barang di situ sungguh mahal, harga kaos sekitar 100 rb. Tidak cocok untuk oleh-oleh orang banyak. Mobil-mobil mewah diparkir dipinggir jalan.

Perjalanan begitu lama dan melelahkan, akhirnya kami sampai di mustafa center. Hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Tempat itu adalah sebuah mall. Letaknya di Little India – sebuah perkampungan orang India. Tempat itu begitu ramai, dan bersesakan. Kami memutuskan berjalan-jalan di situ. Kami menemukan sebuah toko, mirip toko serba lima ribu. Toko itu menjual souvenir. Meski kualitasnya menurutku kurang memuaskan, teman-teman tetap membeli sebagai oleh-oleh, daripada tidak ada  kata mereka. Toko ini setidaknya sedikit menghibur setelah mustafa center tidak seperti yang diharapkan.

Perjalanan  yang lama membuat kami lapar. Son menyarankan makan masakan Indonesia di dekat depan Masjid Sultan. Restoran itu menjual tempe penyet, bakso, dan makan lain yang sudah tak asing lagi bagi kami. Penjualnya ternyata orang Surabaya. Harga makanan tentu saja harganya beberapa kali lipat daripada di Indonesia.

Di Singapura tidak ada tempat-tempat yang kuno semacam borobudur atau angkor wat. Di Negara ini banyak dengan tempat-tempat modern dan patung-patung kontemporer serta Mall-mall dan plaza-plaza megah. Sangat cocok bagi orang yang ingin menghabiskan uang.

Ada tempat bagus yang tidak sempat kami kunjungi, yaitu Sentosa Island. Mungkin lain kali kami akan ke sana.

Fulerton Hotel

Fulerton Hotel

at Dawn

at Dawn

ABC hostel

ABC hostel

Raffles black statue

Raffles black statue

Merlion

Merlion

IMG_1974IMG_1971

Sultan Mosque

Sultan Mosque

2 thoughts on “Singapore–The Glamor Lion City

  1. mas tolong agar setiap artikel dicantumkan berapa budget transport, pnginapan dll, karena aq liat tidak semua artikel ada.gitu aja deh sarannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s