Plesiran Djayakarta Tempo Doeloe part 1


Kegagalan sebuah rencana melahirkan rencana lainnya. Awalnya kita berencana ngadain e-41 gathering ke Anyer ato ke Pulau Seribu, namun karena kekurangsiapan ( ato mungkin lebih ke kurang niat 😦 ) akhirnya kami memutuskan untuk ikut acara wisata kota tua.

Ide ini muncul setelah mendapat email dari teman kami Hadis dari Pertamina tentang kegiatan  Sahabat Museum Bank Mandiri yang akan mengadakan Plesiran Tempo Doeloe. Kegiatan ini dilaksankan tanggal 25 Januari 2009. Cukup dengan membayar Rp. 50.000,- kita mendapat makan siang, coffee morning dan foto copy materi .

Rombongan kali ini adalah Agus, Mantos, Ervan, Jumbo, Tommy, Hadid dan Son. Dari Bekasi kami berangkat menggunakan bis AC05 (Rp. 6.500,-) menuju Jakarta-Blok M dan turun di halte busway Polda Metrojaya. Perjalanan dilanjutkan menggunakan busway Transjakarta (Rp. 3.500,-) ke halte Stasiun Kota. Sedangkan Museum Bank Mandiri (meeting point ) sendiri terletak di seberang Halte Stasiun Kota.

Kegiatan diawali dengan penjelasan sejarah Jakarta beserta lokasi – lokasi bangunan sejarah di lantai 2 Museum. Pada acara ini pesertanya ( terlalu ) banyak sehingga ruangan briefing tidak cukup menampung semua, sehingga beberapa peserta ( termasuk kami ) lebih memilih untuk menikmati informasi lain yang ada di museum.

Setelah briefing selesai kami digiring oleh panitia ke situs Kota Tua.

Perjalanan pertama adalah menuju Jl. Kali Besar. Di daerah ini kami menemui sungai yang cukup lebar tapi kotor (biasa…sungai perkotaan) dimana di kedua sisinya terdapat jalan. Menurut Guide, dulu sungai ini menjadi jalur lalu lintas kapal laut untuk bongkar muatan. Karena itu daerah muara Ciliwung yang dulu bernama Grootegracht/Groote River ( artinya : Kali Besar ) ini juga merupakan pusat kegiatan perekonomian dan perdagangan Batavia. Di arah utara kami melihat sebuah jembatan warna coklat tua yang dulu berfungsi mengatur masuk keluarnya kapal ke Kali Besar, yaitu Jembatan Kota Intan. Jembatan yang dibangun tahun 1628 ini sudah tidak difungsikan selain sudah tua juga karena dermaga untuk bongkar muat sudah digeser jauh ke utara ( Pelabuhan Sunda Kelapa).

Di sisi barat Kali Besar ada satu bangunan unik berwarna merah. Bangunan ini dikenal dengan nama Toko Merah atau dahulu bernama Hoofd Kantoor van den Berg. Dibangun tahun 1730 oleh Gustaff Willem Baron van Imhoff yang juga membangun Buitenzorg ( Istana Bogor ) sebelum menjabat sebagai Gubernur Jendral VOC. Awalnya bangunan ini difungsikan sebagai tempat tinggal, namun kemudian beralih fungsi menjadi kampus dan asrama Academie de Marine. Sebagai salah satu 216 cagar budaya di DKI Jakarta, bangunan ini, menurut Guide, hingga saat dipertahankan keasliannya. Selain menyimpan cerita penuh sejarah dan penderitaan bangsa ini, konon bangunan ini juga menyimpan cerita misteri-hantu. Bangunan lain di sisi barat Kali Besar, adalah Hotel Batavia, namun keotentikannya sudah berkurang.

Perjalanan dilanjutkan menyusuri Kali Besar. Dibawah Tol  Pelabuhan ini, menurut Guide, benteng VOC pernah berdiri, namun saat ini sudah tidak ada sama sekali sisa-sisanya. Berjalan ke arah utara kami menemui bangunan berarsitektur gaya China yang bernama Raja Kuring. Saat itu di situ ada beberapa warga sedang membuat barongsai naga untuk persiapan perayaan Tahun Baru imlek. Terus ke arah utara terdapat Tugu Kemenangan Pangeran Jayakarta yang juga merupakan penanda Kilometer 0 di zaman dulu. Prasasti yang terdapat di tugu tersebut ditandatangani Gubernur Jakarta Ali Sadikin tahun 1977. Di sebelah baratnya berdiri bangunan yang dulu merupakan benteng Mauritius namun sekarang sudah beralih fungsi sebagai cafe dan restaurant Galangan VOC. Dari sini kami bisa melihat Menara Syahbandar di utara Jl. Pasar Ikan (Pakin) atau Jembatan Berak.

Menara berlantai tiga yang mempunyai ketinggian sekitar 18 meter ini dibangun tahun 1839 di masa Williams Daendels berkuasa dengan fungsi sebagai menara pengawas (Uitkijktoren) keluar masuknya kapal di pelabuhan sekaligus penarikan pajak masuk. Di sini juga terdapat tujuh buah meriam. Menurut informasi dibawah menara ini terdapat terowongan kuno yang menghubungkan menara dengan Masjid Istiqlal. Sayang kami tidak bisa membuktikannya, selain peserta yang banyak sekali, pintu terowongan tersebut telah ditutup. Padahal kami ingin melihat daerah sekitar dari menara. Btw, menara yang juga merupakan bagian dari Museum Bahari ini sering disebut Manara Miring, karena posisi bangunan ini memang sedikit miring apalagi sebelum ada program Revitalisasi Kota Tua. Kalau ada waktu kami akan meng-explore lebih jauh dari bangunan bersejarah ini.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s