Astana Imogiri : A Royal Cemetery of Java


Imogiri

Imogiri

Sempat terpikir kalo Imogiri adalah Kota Gede. Karena keduanya sama- sama disebut makam raja – raja Jawa. Namun ternyata keduanya berbeda meskipun sama – sama terdapat makam raja Jawa. Jika di Kuto Gede terdapat makam Panembahan Senopati, raja pertama Mataram, maka di Imogiri terdapat makam raja Kasuhunanan Surakarta,  Kesultanan Yogyakarta dan Mataram Islam.

Selepas makan Sop Ayam Pak Min Klaten kami naik Trans Jogja 3A menuju Giwangan. Sekitar 15 menit perjalanan kami sampai di Giwangan. Dari Terminal Giwangan kami pun naik Bis arah Imogiri. Begitu tahu kami akan ke Makam Imogiri, sopir Bis dengan antusias menceritakan hal – hal yang berhubungan dengan Imogiri. Dia juga menawarkan untuk diantar sampai ke parkiran Imogiri. Beruntung sekali kami, kalo ga kami harus naik ojek lagi dari kantor kecamatan.

Namanya Pajimatan, daerah dimana makam itu didirikan. Pajimatan dari kata “Jimat” yang berarti sesuatu yang dikeramatkan. Dari sini kami mulai mendaki tangga yang masih lumayan datar. Kami mengira ini sudah tangga Imogiri ternyata bukan. Padahal kami sudah mengitungnya.

Beberapa saat kemudian kami menjumpai Masjid Imogiri. Disitu terlihat tangga menuju area pemakaman. Berdasar cerita sopir bis bahwa setiap orang yang menghitung jumlah anak tangga hasilnya tidak akan sama, kami pun penasaran. Kami menghitung sama , dimana setiap trap “peristirahatan” kami akan mencatat hasil sementara. Ternyata dengan cara begitu tetap saja ga sama 😛

Ngos – ngosan juga kami sesampai di atas. Keringat langsung bercucuran. Memasuki gerbang utama terdapat 2 paseban terpisah. Sebelah kanan terdapat lambang Kasunanan Surakarta, sebelah kiri Kesultanan Yogyakarta, terbalik  dengan posisi makam raja – raja Yogya dan Surakarta. Sebelah kanan ( timur ) adalah makam Sultan Yogyakarta dan sebelah kiri ( barat ) makam Sunan Surakarta.

Rasa lelah pulih kami pun menyewa baju adat Jawa untuk bisa masuk ke makam Sultan Agung. Kami pun didandani berbaju Jawa. Unik juga berwisata ziarah dengan berpakaian seperti ini. Di kanan kiri banyak kuburan,  sayang dilarang bawa kamera dan memotret, kebetulan tidak ada kamera pocket, hanya mengandalkan kamera HP.

Setelah melewati 2 gerbang kami pun sampai di makam utama. Makam berada dalam bangunan tertutup dari kayu. Kami pun bingung bagaimana peraturan masuknya. Di situ kami lihat beberapa orang berbaju Jawa sedang duduk bersila begitu khidmat di depan pintu masuk yang kecil, hanya cukup satu orang saja. Aku mulai pusing karena bau kemenyan yang cukup keras.

Kamipun dipersilahkan duduk oleh salah satu “petugas”. Teringat pesan dari sopir Bis, ada tata karma untuk memasuki makam, maka saya bertanya pada sang “petugas “

“ Nuwun sewu Pak, Kados pripun tata karma kagem mlebet makam ? “

“ Nggih tergantung kersane njenengan Mas “

Saya tambah bingung. Koq tergantung tujuan saya ? Saya pun mengulangi pertanyaan.

“ Maksud kulo, Kados pundi aturanipun ingkang sopan kagem mlebet ?  “

“ Nggih macem – macem, supados pundi kersanipun Njenengan “

Waduh …. Pikir saya, pasti bapak ini mengira saya cari wahyu. Akhirnya Petugas lain menunjukkan aturan yang tertulis di dinding. Aturan itu berbahasa Jawa halus yang intinya tidak boleh tahlilan namun boleh berdoa untuk beliau ( Sultan Agung) dan diri sendiri. Aturan itu tidak menjawab pertanyaan saya. Akhir kami pun dipersilahkan masuk, tidak lupa saya masukkan uang sedekah.

Pintu masuknya sangat rendah dan hanya bisa dilewati satu orang, begitu pula lorongnya. Sekitar lima langkah ada petugas lagi yang mempersilahkan saya untuk mengisi sedekah lagi. Hmm……..untung banyak uang receh. Sebelum saya masuk saya melihat seseorang melakukan sujud. Ngapain dia sholat pikir saya ? Tapi koq sujudnya hadap utara…aneh khan.

Saya pun duduk di sebelah kanan nisan. Nisan tersebut berwarna hitam kelam. Setinggi pundak saya saat duduk. ADa dua abdi dalem di tiap sisi nya sedang membaca surat Yasin. Suasana sedikit bikin saya merinding karena penerangannya cuman lilin saja. Di atas nisan terpasang renda putih. Ruangannya pun hanya sekitar 3 x 4 meter saja. Benar – benar serasa di dunia lain saja, sangat kelam. Yang bikin cemas , Chimot dan yang lain lama banget ga masuk – masuk. Sialan pikir saya. Beberapa menit kemudian mereka masuk. Kami berempat terdiam sekian menit. Benar – benar bingung mau ngapain. Kami benar – benar takut jadi musyrik. Karena kami berempat ga bergerak-gerak, akhirnya saya senggol Edo.

“Wes tha ? “ Aku pun jawab ya.

Akhirnya kami pun keluar satu persatu. Tapi kami tidak melanjutkan ke pusara – pusara yang lain. Kami sudah mulai pusing dengan bau kemenyan.  Benar – benar “ petualangan “ yang sangat mengesankan. Baru pertama kali kami wisata makam. Tapi cukup menyenangkan akhirnya kami bisa melihat makam keramat Raja Terbesar dari Kerajaan Islam terbesar di Nusantara, Mataram Islam, yang terkenal perangnya melawan VOC di tahun 1628 – 1629. Awalnya Sultan Agung ingin dimakamkan di Mekkah, namun keinginannya tidak tercapai sehingga “pejabat” Ka’Bah memerikan segenggam tanah Mekkah yang kemudian oleh Sultan Agung dilempar ke Imogiri, yang kemudian menjadi makamnya dan Raja-raja setelahnya.

This slideshow requires JavaScript.

Catt :

  1. Untuk menuju Imogiri bisa menggunakan Bis arah Imogiri dari Giwangan @ 5000 IDR
  2. Siapkan uang receh, karena banyak kotak – kota sedekah
  3. Tariff sewa baju adat Jawa @ 5000 IDR
  4. Imogiri dibuka umum hanya Jumat, Senin, Rabu dan Minggu
  5. Hati – hatilah akan penawaran benda pusaka
  6. Jumlah anak tangga adalah 409
  7. Terdapat kuburan diantara anak tangga sebelum Gerbang utama. Kuburan ini adalah kuburan dari Tumenggung Endranata. Alasan kenapa ada kuburan tersebut di anak tangga karena yang bersangkutan pernah berkhianat memihak VOC saat Sultan Agung berkuasa. Yang dikuburkan pun hanya badan tanpa kepala, karena dia mati dihukum penggal. Untuk mengenang dan sekaligus memperingatkan kepada rakyat Mataram agar pengkhianatan itu tidak terjadi lagi, tubuh tanpa kepala Tumenggung itu dikubur di salah satu kaki tangga ke Makam Imogiri agar semua orang bisa menginjak ”tubuh” pengkhianat itu.

4 thoughts on “Astana Imogiri : A Royal Cemetery of Java

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s