Berangkatlah kami ke Siem Rap jam 14:00 waktu Phom Penh…………
Perjalanan menggunakan Bus 2 level. Level 1 untuk barang dan penumpang kelas ekonomi dan Level 2 untuk ekskutif atau perjalanan jauh. Kami di level 2. Akhirnya kesampaian juga naik bus 2 level, di atas pula, maklum di Indonesia tidak ada lagi. Entah kapan terakhir bis 2 level “berkeliaran” di Indonesia. Btw kami dapat Bus ini dari receptionist. Dia memiliki time table kebrangkatan Bus dan perahu dari Pnom Penh ke Siem Rap. Kami pun memilih Bus Sorya Transport, seharga USD 8 per orang.
Di jadwalkan perjalanan selama 6 jam. Setara perjalanan Jakarta – Yogyakarta. Pasti membosankan pikirku, jadi tidur saja. Sekitar 2 – 3 jam perjalanan, bus kami berhenti di tempat yang mirip dengan terminal. Kenapa aku katakan mirip , karena lahannya tanah tidak beraspal, berdebu lagi. Benar – benar seperti terminal desa yang “terbelakang” yang bersatu dengan pasar tradisional lengkap dihiasi warung – warung kaki lima. Kami serasa di kampung halaman.
Kamipun turun. Rasa lapar kembali mengusik. Tadi kami baru ngisi perut dengan jagung rebus di Pnom Penh dan sedikit snack. Mantos langsung survey di salah satu warung. Dia tanya ini itu dan akhirnya bersama Ervan memesan satu porsi nasi putih dan “ sayur”. Aku dan Chimot lebih memilih beli roti perancis yang kerasnya minta ampun pas digigit. Benar – benar membuat rahang capek dan perutpun ga merasa dipuaskan. Akhirnya aku beli buah saja. Jambu dan entah lupa……………
Sebenarnya disitu juga dijual berbagai makanan camilan. Ada telur puyuh, ada jangkrik, kalajengking, kecoa, ular goreng ………… What D’cuk ? Gila juga masyarakat di sini. Makanan apaan ini. Tapi melihat beberapa melahap dengan renyah memancing untuk mencoba. Tapi…….. enggak.Istirahat selesai kami melanjutkan kembali perjalanan. Benar – benar suasananya mirip Indonesia. Tidak ada jalan raya yang lebar selayaknya jalan provinsi antara Blitar – Malang, atau Blitar Kediri. Kadang melewati persawahan, kebun atau perkampungan. Lama – lam tertidurlah aku, bangun – bangun sudah malam. Sudah hampir jam 9 malam tapi bus kami belum berhenti juga. Yang jelas sudah masuk kota Siem Rap. Chimot sibuk liat – liat map print – print nya dari google map. “ Itu khan Hospital X ? berarti ini jalan Y ? “ Mulutnya meracau terus seiring rasa penasarannya yang menggila saat di negeri asing.
Berhentilah bus kami. Dimanakaha kami. Kami turun saja dan mengeluarkan tas kami dari bagasi. Chimot masih sibuk dengan map. Bukan google map lagi tapi map dari brosur pariwisata yang di dapat dari hotel di Pnom Penh. Dari dia kami sadar kalau posisi kami jauh dari penginapan yang kami booking. Ternyata semua pada dijemput oleh Tuk Tuk. Para driver memanggil nama – nama turis ada yang membawa kertas bertulisan nama. Kami sempat kebingungan bagaimana menuju ke penginepan , secara satu per satu Tuk Tuk pergi membawa penumpang yang sesuai pesanan. Dari sekian Tuk – Tuk akhir tinggal satu. Dia menawarkan jasanya. Masih sok ga butuh, kami tawr menawar dahulu sambil menunjukkan tujuan kami. “USD 5 , deal ? Ok ? “ Tanpa “perlawanan” dia ok ok saja.
Kota Siem Rap bukanlah metropolis, tapi kerlip cahaya lampu hias tetap saja menarik. Mungkin karena masih pertama kali. Jalan – jalannya tidaklah lebar. Banyak juga kendaraan roda empat, tapi ga bikin macet. Tidak sampai setengah jam perjalanan kami sampai di Golden Mango Inn, penginepan termurah yang pernah kami “hinggapi “. Terang saja kami underestimated. Cuman USD 5 semalam. Penginepan macam apa tu ?
Semua itu buyar ketika kami sampai di depan Golden Mango Inn. Sambutannya luar biasa. Belum sempat kami turun, tas – tas backpack kami yang segede gaban langsung diturunkan oleh para pemuda. Kami sempat takut dan kebingungan, secara mereka tidak berseragam. Mereka langsung membawa tas kami ke dalam hostel. Hostel sendiri juga lumayan. Jauh dari bayangan kami, lebih wah ( bagi kami yang kere ini ).
Selagi Chimot ngurus check in aku dan Mantos tawar menawar dengan driver Tuk Tuk tadi untuk mengantar kami ke Angkor Watt. Sebenarnya dialah yang pertama mengajukan, kami sambut saja secara kami juga terlalu cape mikir dan males kalau besok pagi harus cari – cari. Tidak pakai lama dan debat panjang akhirnya ketemu angka kesepakatan USD 25. Besok jam 7 pagi dia sudah siap di depan hostel ini.
Chimot dan Ervan sudah menunggu di dalam bersama petugas hostel yang bertugas menunjukkan kamar kami. Ketika kami akan mengangkat tas, sang empu hostel mencegah, untuk membiarkan pegawainya yang membawakannya. “ it’s Okay, no tip “. Wow gila………. sangat mengaggumkan. Apakah ini tanda penyesalan mereka ?
Oiya kelewat, saat kami datang, ternyata Hostel itu hanya tersisa satu kamar. Padahal kami booking dua kamar. Sang empu meminta maaf kami dengan expresi yang sangat ……. membuat kami tidak jadi marah. Tapi secara profesional dia mengusahakan sehingga kami tetap dapat 2 kamar. Dan kamarnya adalah kamar terbagus pernah kami inapin selama kami ber-backpack. Spring bed besar, kamar mandi dalam, TV, AC, handuk, sabun, meja rias ………… cocok buat honey moon :p
Rasa lapar kembali merajam kami. Kami pun turun ke cafetaria di bawah. Kami memesan 4 porsi nasi goreng vegetarian dan omlette. Btw keramahan orang Siem Rap membuatku teringat hangatnya suasana Jogja.