Di tahun 1995 untuk pertama kalinya aku ke Jogja dalam rangka Study Tour Saat itu aku masih SD kelas 6 setelah selesai ujian EBTANAS. Salah satu tujuannya adalah Monumen Jogja kembali. Itulah pertama kali aku melihat diorama perjuangan bangsa ini.
15 tahun kemudian aku kembali jogja dan melihat diorama lagi. Kali ini bukan di Monumen Jogja Kembali, namun di dalam benteng Vedenburg, utara Keraton Jogja.
Diorama mulai popular di Paris, tahun 1822. Kata “diorama” sendiri malah muncul setahun kemudian, 1823, yang merupaka gabungan dari kata “Di” dan “Orama” yang berarti menyaksikan pemandangan yang indah. Secara sederhana berarti miniature sebuah kejadian/pemandangan. Diorama pertama kali dibuat oleh Louis-Jacques-Mandé Daguerre dan Charles Marie Bouton, warga kebangsaan paris.
Saat ini diorama tidak selalu berupa miniature namun ada yang berbanding 1 : 1. Seperti yang pernah kulihat di Museum Nasional Jakarta, terdapat diorama kehidupan kecil makhluk purba..
Bagiku diorama semacam scene of history dari perspektif sang konseptor. Tertuang dari lembaran – lembaran sejarah yang kita tidak tahu kejujurannya. Sebagai seni visual tiga dimensi, diorama mengajak kita mengintip apa yang pernah terjadi. Bisu namun berbicara. Diam namun menggoda tanya. Sebuah hiburan cukup hebat bagiku yang merindukan seni visual gerak tentang sejarah negeri ini.