Pinisi adalah kapal layar tradisional Indonesia. Hingga kini masih dibuat dan digunakan oleh suku Bugis dan Makasar baik untuk transportasi , kargo dan menangkap ikan. Semenjak menapakkan kaki di bandara Internasional Sultan Hasanudin aku sudah melihat miniature kapal Pinisi kebanggaan masyarakat Sulawesi. Kemudian dari kolegaku yang pernah ke Bira menceritakan ada sentra pembuatan kapal tersebut. Aku pun tergoda untuk menyambanginya.
Tidak jauh dari Pantai Bira, hanya sekitar 200 meter dari Pelabuhan Bira, empat Pinisi sedang dalam perakitan. Salah satu mandor pekerjaan dengan ramah menjawab pertanyaan – pertanyaanku. Kapal dengan panjang lebih dari 30 meter ini dibuat berdasarkan pesanan. Waktu pengerjaan bisa mencapai satu tahun. Dia tidak menceritakan berapa harga Pinisi ini.
Untuk mengerjakan satu Pinisi diperlukan orang sebanyak kurang lebih 30 orang. Kayunya sendiri berasal dari luar Sulawesi, katanya sih dari Kalimantan dan luar negeri. Sejenak mengingatkan aku pada illegal logging. Tapi kusingkirkan prangsangka itu dengan meminta izin naik ke badan kapal.
Tidak hanya Pinisi saja yang menarik di sini, panorama pantainya juga bagus. Warganya ramah. Ada satu dua penginepan di sini jika ingin menginap. Yang kurang disini adalah kebersihan pantainya, banyak sampah plastic.
Btw ,melihat langsung pembuatkan kapal Pinisi membuatku kembali teringat dendang lagu yang memuji leluhur kita
Nenek Moyangku seorang pelaut, gemar melaut luas samudra , menerjang ombak, tiada takut, menembus badai sudah biasa !!!
So, di saat kondisi negeri yang mengenaskan ini semangat lagu itu seharusnya mampu mengingatkan apa dan siapa kita …………………