Meskipun tidak bisa disamakan dengan temanku Mantos yang baru pertama kali dan sendirian di Paris, Hilmi di Tokyo atau Edo di Barcelona, namun bagiku sendirian di Kuala Lumpur adalah pengalaman yang menyenangkan. Semua itu berawal dari aku jatuh sakit sejak dari Haadyai, Thailand.
Setibanya di Kuala Lumpur dari Penang, pukul 04.00 di depan May Bank Jl. Pudu, aku langsung muntah. Padahal kami berenam lagi bingung, diposisi mana saat itu kami berada. Sejenak menit kami berdiam depan plaza May Bank. Di situ kami melihat penumpang yang baru turun dari bis, mungkin beberapa sedang menunggu jemputan. Mantos dan Edo memutuskan untuk ”investigasi” di bagian dunia mana kami berada sekaligus mencari kedai rokok.
Beberapa menit kemudian mereka berdua datang dan memberitahukan bahwa ada mushola. Kami pun beranjak menuju ke tempat yang diberitahukan Mantos dan Edo. Setelah sholat Subuh, beberapa dari kami mandi, sedangkan aku sendiri memilih untuk tidur. Hari itu aku merasa begitu dinginnya kota yang bernama Kuala Lumpur itu. Tapi belum puas aku tidur seorang sekuriti membangunkan aku ( dan orang-orang yang juga tidur). Sial !! pikirku.
Hari pun mula berwarna, matahari semakin menancapkan panasnya, namun anehnya aku masih saja merasa kedinginan dan isi perutku rasanya seperti diaduk-aduk. Kami pun berenam sarapan di Plaza Rakyat, dengan menu : Nasi Goreng. Kebetulan pedagangnya adalah orang Medan. Selesai sarapan aku memutuskan untuk mencari hostel untuk istirahat. Begitu mendapatkan hostel aku langsung tidur. Sedangkan yang lain melanjutkan misi backpacker. Hanya janji yang kami pegang, pukul 11.00 kita berangkat bareng menuju Singapura. Padahal dalam hati aku berencana ketemuan di Johor saja.
Pukul 14.00 aku terbangun dari tidurku. Aku berpikir, rugi juga aku jauh-jauh dari Indonesia disini cuman tidur karena sakit. Saat itu juga aku putuskan untuk menyusul sahabat-sahabatku. Setelah persiapan selesai, dengan berkostum Timnas tercinta aku menuju Plaza Rakyat untuk makan siang. Saat makan siang, aku sempatkan ngobrol dengan pedagang kedai. Aku bertanya bagaimana caranya menuju Petronas. Mereka bingung, awalnya kupikir, aneh juga katanya lama di Kuala Lumpur koq tidak tahu apa itu Petronas. Tapi ketika kubilang Twin Tower mereka langsung ngeh. Mungkin awalnya mereka pikir aku nyari pom bensin hihihihihi……………..
Setelah mendapatkan petunjuk dari Ibu pedagang saya pun menuju stasiun Plaza Rakyat. Sempat aku bingung dimana letak stasiunnya. Dari pendengaranku kereta lewat atas Plaza tapi ketika aku menuju ke atas yang ada hanya parkir mobil. Ternyata setelah kutemukan papan petunjuk, aku harus keluar dulu dari Plaza Rakyat. Akhirnya aku menemukan stasiun, langsung saja aku beli tiket BTS sampai Shelter Masjid Jamek.
Saat perjalanan menuju Masjid Jamek aku sempat melihat KL Tower. Dari shelter BTS Masjid Jamek aku oper ke MRT ke KLCC. Sempat juga aku bingung dimana posisi Shelter MRT Masjid Jamek, ternyata harus menyebrang jalan dulu. Keluar dari KLCC, aku bingung lagi, maklum tidak bawa peta, HP pun tidak ada fitur Google Map. Sebenarnya ketika pertama keluar dari shelter KLCC aku melihat gedung tinggi, yang menurutku mirip desain Petronas Twin Tower. Namun karena cuman melihat satu kupikir bangunan itu bukan bangunan yang kucari. Akhirnya aku menemukan public city map di tepi jalan. Dari situlah aku sadar bahwa dibelakangku tepat adalah menara petronas. Sayang aku tidak masuk, karena tiket sudah habis, jadinya aku hanya bisa motret-motret bangunan itu.
Puas jeprat-jepret aku memutuskan pergi ke menara broadcasting, KL Tower. Karena dari Jl. Ampang aku bisa melihat ikon Kuala Lumpur itu, maka kuputuskan untuk berjalan kaki. Di sepanjang Jalan Ampang aku menemui kantor kedutaan Maroko dan Sekolah Jenis Kebangsaan China Lai Meng. Penggunaan bahasa yang aneh pikirku. Sampai di perempatan aku mendapati Monorail Station Bukit Nanas Sebenarnya pengen banget naik, tapi hari sudah sore, bisa-bisa tidak bisa masuk KL Tower kalau naik itu dulu. Aku berjalan lewat Jalan Sultan Ismail dan menenui Tourist Information Center, tapi kulewati saja. Sampai perempatan Jalan P. Ramlee aku belak kanan, jalannya mulai menanjak. Sekitar 100 meter dari perempatan baru kutemui jalan masuk menuju KL Tower. Sesampai di gerbang aku ditawari free shelter, tapi aku menolak. ” I would like to take some picture ” kataku pada si petugas.
Jalan menuju KL Tower menanjak. Karena sudah berjalan lebih dari 1,5 km sejak aku merasa capek juga. Ketika diam berdiri sambil menyesali kenapa tidak naik shelter saja, tiba – tiba ada yang memanggilku. Oh..ada shelter yang menawariku, untung saja……Dalam perjalanan menuju KL Tower aku sempat membaca tulisan The 4th Tallest in The World, tapi faktanya KL Tower yang dibangun tahun 1995 tersebut adalah menara tertinggi ke-lima di dunia dengan tinggi 421 meter ( 335 m tanpa antena ).
Sesampai di KL Tower, aku melihat bahwa desain loby utama bercirikan interior bangunan islam. Sebelum naik ke dome aku keliling dulu sekalian melihat mungkin ada yang bisa dibeli buat oleh-oleh. Disini Aku menemui sebuah prasasti peresmian KL Tower oleh Perdana Menteri YAB Dato Seri Mahathir Muhammad dan juga time capsule. Puas berkeliling aku pun menuju loket. Sialan !! uang RM ku tidak cukup buat beli tiket. Untung di bawah loby ada money changer. Setelah menukar Dollar Singapuraku dengan RM ( inilah penyebab aku tidak bisa beli oleh di Singapura), aku langsung beli dan naik ke atas.
Dengan 22 tingkat, KL Tower memiliki 2058 anak tangga dan 4 elevator. Ketika sudah di Observasi Deck, aku bisa melihat panorama kota secara 3600. Di ruangan inilah biasanya penentuan kapan mulai dan berakhirnya bulan Ramadhan. Di sini juga terdapat teropong untuk mengamati kota.
Pukul 17.00, saatnya aku kembali ke hostel. Sebenarnya tiket yang kubeli adalah tiket terusan untuk F1 racing dan atraksi binatang, tapi aku harus kembali. Perjalanan pulang kutempuh dengan jalan kaki di sepanjang Jalan P. Ramlee, pengennya naik monorail tapi aku takut teman-temanku menunggu. Mungkin lain kali saja aku bisa. Saat melewati jalan ini aku melihat banyak resto – resto dan turis mancanegara. Daerah inilah yang disebut Pusat Pelancongan Malaysia, semacam Khaosan Road di Bangkok atau Jalan Jaksa di Jakarta.
Sebelum kembali ke hostel aku berencana untuk motret Twin Tower lagi. Mungkin akan lebih menarik jika pada malam hari pikirku. Ketika lagi asyik mencari spot yang bagus aku melihat lima sosok yang tidak asing bagiku. Kulihat salah satu dari mereka mengenakan kaos merk Thai Line. Yup, itu Edo dan sahabat-sahabatku. Mereka sedang bersiap-siap foto bersama. Aku langsung lari ke arah mereka, mengejar timer DSLR Canon nya Ervan.
Dan………JEPRET !!! kilatan blitz menyilaukan mataku, namun menerangi hatiku. Berbinar hati ini bisa kembali dalam satu frame waktu dan tempat dengan mereka.
” Selamat berkumpul kembali, Teman ”, itu kata mereka
2 thoughts on “When I was Alone in KL”