Tidak seperti pelancong umumnya yang selalu masuk lewat Kori Brojonololor atau lebih dulu ke Alun-alun Lor, aku malah masuk lewat gerbang selatan. Dari situ aku langsung bisa melihat Alun-alun kidul, beda dengan kalo aku dari Plengkung Selatan Jogja, yang harus berjalan jauh untuk mencapai Alun-alun Kidul. Sebagai salah satu karya Pangeran mangkubumi, alun-alun kidul ini juga memiliki beringin kembar ditengahnya.
Alun-alun Kidul Keraton Surakarta tidak senyaman yang ada di Jogja. Kondisinya terlihat tidak terawat, walaupun banyak juga warga-warga yang “cangkruk” di situ. Kata temenku dari Solo, biasanya kalau malam hari digunakan tempat mangkal “yang enggak-enggak”. Memang hampir di semua kota taman kota selalu seperti itu, sebut saja kawasan Monas dan Taman Menteng. Namun kalo diamati Alun-alun ini sangat terabaikan, terlihat dari rumputnya yang tumbuh liar.
Menuju ke utara ku lihat dua gerbong KA tua kembar berwarna biru. Dua gerbong KA tua itu merupakan warisan dari Sunan Paku Buwono X. Fungsinya adalah, satu untuk gerbong pesiar yang satu lagi sebagai gerbong jenazah. Pada zamannya (1900-an) gerbong ini bisa dikatakan paling maju karena dilengkapi sistem air conditioning, walaupun tidak dalam bentuk perangkat elektronik. Konon Presiden Soekarno pernah menumpanginya.
Sebenarnya aku pengen memotretnya, sayang aku segan , karena banyak beberapa sejoli yang sedang memadu cinta. Padahal saat itu sore hari, tapi entah mengapa mereka cuek-cuek saja. Aku ga mau ada masalah gara ga sengaja mereka terpotret. Dari sini aku percaya apa yang dikatakan temenku. Di lain waktu akn kupotret dua gerbong tua itu.