Jabal Tsur, Saksi Bisu Pengorbanan untuk yang Tercinta


Suasana benar-benar terasa nyaman sekali. Angin sepoi-sepoi berhembus diatas puncak gunung batu ini. Membalaskan semua penat dan letih pendakian selama 2 jam. Di bawah sana, terpampang jelas seluruh pemandangan kota mulia ini, dari ujung ke ujung, bahkan padang Arafah di tenggara jauh sanapun tampak walaupun sedikit samar-samar. Bangunan mulia itu, rumah Allah, seharusnya juga akan tampak dari puncak gunung ini jika tidak terhalang bangunan raksasa yang tegak berdiri menjulang tinggi, jam Mekkah.

Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul  11 siang, namun matahari sama sekali tidak terasa terik menyengat.  Apakah ini karena matahari sedang berada dibelahan lain bumi dibagian selatan sana, ataukah hanya karena perasaanku sedang berbunga-bunga yang membuat semua sensor  di tubuhku  mati rasa? Entahlah. Sudah setahun lebih aku tidak merasakan kebahagiaan berada di puncak gunung. Tapi yang jelas kali ini ada kebahagiaan lebih, karena aku sedang berada di atas tempat yang sangat bersejarah, sejarah agamaku.

Tak terasa air mata sudah membasahi pipi, membayangkan manusia mulia itu, berdiri memandangi kota tercintanya, meninggalkannya untuk berhijrah demi umat, agama, dan Tuhannya, serta tak tahu kapan bisa kembali lagi, seraya berkata,”Dari seluruh bumi Allah, engkaulah tempat yang paling kucintai dan paling dicintai Allah. Jika kaumku tidak mengusirku darimu, maka aku tidak akan meninggalkanmu.

Aku mungkin bisa sedikit merasakan bagaimana rasa sedih beliau pada saat itu.

Disalah satu bagian puncak gunung ini juga terdapat sebuah gua, dimana didalamnya pernah berlindung dua orang sahabat, Nabi Muhammad SAW beserta sahabat terkasihnya Abu Bakar ash-Shiddiq RA dari kejaran kaum yang mendzoliminya. Memasukinya, terngiang ucapan “La takhaf wa la tahzan, innallaha ma’ana”, jangan takut jangan sedih, Allah bersama kita, yang diucapkan Nabi SAW untuk menyemangati iman sahabat tercintanya tersebut. Aku hanya bisa membayangkan, berada di dalam gua yang sempit ini, yang untuk berdiripun tidak bisa, hanya bisa untuk duduk dan berbaring, berlindung dari kepungan kaum yang siap untuk membunuh, pasti tidak akan bertahan jika tanpa adanya iman yang kuat.

Di tempat ini, dipuncak gunung ini, serasa menyeretku 1432 tahun yang lalu.

SELAMAT TAHUN BARU 1432 HIJRIAH

This slideshow requires JavaScript.


Jabal (gunung) Tsur, beberapa menyebutnya Jabal Thur, berada sejauh 4 km di selatan Masjidil Haram. Diberi nama Tsur (dari kata tsaur), kerena bentuk gunungnya menyerupai punggung sapi jantan. Bentuknya relatif bulat, memiliki 10 puncak runcing, yang tingginya dari kaki gunung mencapai 458 meter dan luasnya mencapai 10 km2. Dari Masjidil Haram bisa ditempuh dengan menggunakan taxi (ujroh/resmi ataupun omprengan) dengan biaya sekitar 20 real (tergantung nego), jika dikurskan rupiah sekitar 50 ribu rupiah untuk sekali jalan.

Di atas puncak gunung terdapat gua Tsur, gua tempat dimana Nabi Muhammad SAW berlindung bersama Abu Bakar ash-Shiddiq RA selama tiga hari ketika hijrah ke Madinah. Gua ini memiliki pintu di depan dan di belakang, sehingga bagi peziarah yang ingin masuk bisa lebih teratur, karena pintu masuk dan pintu keluar sendiri-sendiri (berbeda halnya dengan gua Hiro dimana hanya terdapat satu pintu gua, keluar dan masuk disatu pintu). Ukuran gua sekitar 2 m2 dengan ketinggian cukup rendah. Hanya cukup untuk duduk dan berbaring saja untuk 2 orang. Untuk bisa masukpun harus berjongkok sedikit merayap. Didalamnya terdapat sebuah batu besar yang melindungi pandangan langsung dari mulut gua.

Untuk menuju puncak gunung, diperlukan tracking selama 1,5 – 2,5 jam dengan medan berbatu. Dan selama dijalur pendakian, banyak terdapat orang yang menjajakan cinderamata (tasbih, batu perhiasan, dll) dan juga terdapat shelter orang berjualan minuman dan makanan. Shelter ini dirancang cukup (atau bahkan sangat) nyaman untuk beristirahat. Berupa ‘warung’ semi permanen yang beralaskan karpet (dan juga terdapat sofa) yang sangat nyaman untuk melepaskan penat. Jadi tidak perlu khawatir lagi jika kelelehan, kehausan dan kelaparan. Bekal yang dibawa untuk mendaki cukuplah hanya uang saja 🙂

Pada musim ramai (seperti halnya musim haji), disetiap sisi gua akan ada orang yang menjual jasa foto polaroid (langsung jadi). Di pintu masuk, pintu keluar, bahkan di dalam guapun mereka sudah booking tempat. Dan mereka berada diposisi strategis untuk angle pengambilan gambar. Alhasil kita jadi kesulitan ketika ingin mengambil gambar sendiri, karena posisi yang tepat sudah tidak ada. Tapi sisi baiknya kita bisa tinggal minta tolong mereka untuk mem-foto-kan kita, asal kita cuek dan juga jika mereka tidak keberatan tentu saja 🙂

3 thoughts on “Jabal Tsur, Saksi Bisu Pengorbanan untuk yang Tercinta

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s