Satu hal yang menarik dari perempuan adalah saat melihat mereka memakai Kebaya. Komposisi desain yang body-fit dimana menunjukan kurva ( 😛 ) sangat keren. Dipadu bawahan berupa kain panjang batik, mengagumkan.

Secara etimologi asal dari kata kebaya dari bahasa Arab  “ Kaba “ yang berarti pakaian atas dan “ Habaya “ yang berarti pakaian yang memiliki belahan di depan. Kebaya sempat menjadi simbol pengekangan terhadap wanita, karena lilitan korsetnya dan kain panjang yang erat. Namun “karena RA” Kartini ,kebaya menjadi simbol emansipasi wanita.

Kebaya pada umumnya terbuat dari sutra, velvet dan brokat. Sedikit transparan dan ketat.

Kebaya mulai dipergunakan sekitar abad 15 – 16 di zaman majapahit. Adanya kebaya tidak terlepas dari sejarah masuknya Islam di Jawa. Karena pada zaman itu dimulai pergeseran budaya dari Hindu ke Islam begitu pula  model baju perempuan dari sekedar kemben atau kain panjang menjadi memiliki pakaian atas. Sehingga pada zaman itu, Kebaya hanya digunakan oleh keluarga kerajaan/ kesultanan

Pada zaman penjajahan Belanda, kebaya digunakan sebagai pakaian Noni – noni Eropa yang berada di Hindia Belanda ( Indonesia). Bahkan wajib bagi perempuan Belanda. Tujuannya untuk menyesuaikan iklim di Indonesia. Pada abad 19, kebaya dipakai oleh semua golongan dalam keseharian bagi wanita jawa maupun peranakan. Namun disaat masa perjuangan kemerdekaan semakin memanas, Kebaya dianggap sebagai simbol nasionalisme Indonesia, sehingga perempuan – perempuan Eropa berhenti memakainya

Di zaman penjajahan Jepang malah sebaliknya, pakaian kebaya simbol dari tahanan wanita.

Kebaya mulai dianggap “busana nasional” sejak saat Upacara Proklamasi Kemerdekaan RI, dimana Ibu Soerastri  Karma Trimurti , istri dari Sayuti Melik, yang kemudian menjadi  Menteri Perburuhan Indonesia pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan Kabinet Amir Sjarifudin II, memakai kebaya pada saat itu.

Saat ini begitu banyak desain dari kebaya, sehingga semakin beragam modelnya. Namun demikian tetap menunjukkan identitas dari Indonesia.