Dua objek lagi. Waktu sudah jam 2 Sore. Padahal jam 8 kami memulai perjalanan tour. Itupun dengan “tergesa – gesa” demi mengejar sunset di Angkor Wat.
2,5 km dari gerbang barat Phrea Kan, kami melihat gerbang face-tower yang lebih besar dari pada sebelum sebelumnya. Wajahnya yang dingin dan angkuh seakan berucap selamat datang. Dalam sekejap kamipun memasuki satu area yang sangat ramai. Begitu lapang hingga ratusan wisatawan seperti terlihat seperti gerombolan semut saja.
Ini adalah Angkor Thom. Kota terbesar dari semua kota Khmer. Didirikan oleh Jayavarman VII dan menjadi ibukota kerajaan hinggan akhir abad 17.
Kami turun di depan Leper King Terrace. Mr Mom berpesan akan menunggu di depan Candi utama Bayon. Rasa cape membuat kami mulai sedikit kehilangan mood. Benar – benar proyek orang gila zaman lampau yang akan menyita rasa kagum kami.
Sejenak kami terengah – engah mengatur nafas. Sejauh kami memandang hanya candi dan hijaunya dedaunan. Angkor Wat belum terlihat. Kami duduk mengamati polah para wisatawan yang mengikuti kemana sang guide pergi dan menunjukkan tiap lembaran kisah di setiap relief Elephant Terrace.
Guratan relief image Gajah mungkin menjadi dasar nama bagian depan Phimeanakas – Istana Kerajaan. Jelas sebagai pavilion penyambutan acara kerajaan. Tentu saja teras ini menghadap langsung alun – alun kerajaan yang membentang. Susunan ini mengingatkan aku pada tata kota di Jawa.
Dalam setiap helaian nafas, kami mencoba menelaah seberapa besar ambisi Sang Raja. Relief – relief yang mendeskripsikan ritme kehidupan Angkor menjulang ke atas hingga menghujam bumi. Kami sempat menuruni sebuah candi yang mempunyai lorong bawah tanah dimana dindingnya terukir relief dan patung – patung icon Hinduism.
Kami mulai beranjak menuju candi Bayon.
Relief gambar pertama dan berikutnya memukau. Ke mana atau di mana bangsa yang telah tergambar pada dinding candi tersebut! Betapa dramatisnya sejarah! RA.