Square
Begitu keluar dari lorong penyebrangan Ervan dan tiga rekannya terkesima dengan panorama di depan mata mereka. Sebuah tanah lapang luas yang katanya terluas ketiga di dunia. Sebuah alun – alun ditengah – tengah bangunan berasitektural modern, komunis dan historis. Sebuah alun – alun yang menggambarkan visi Sang Ketua Mao tentang alun – alun yang luas dan spektakuler dimana 500.000 rakyat bisa berkumpul di atasnya. Tian’anmen Square…………..
Alun – alun yang dulu pernah menjadi lokasi proklamasi berdirinya Republik Rakyat China ini memiliki sejarah gelap. Jerit, darah dan ketidakpuasan rakyat terhadap penguasa mencoreng moreng lantai batunya. Mungkin para turis hanya merasa bahagia bisa berdiri disini, tapi para pengamat sejarah terutama bangsa negeri itu tahu bahwa dulu tahun 1989 ribuan orang China meregang nyawa memperjuangkan apa yang mereka yakini.
Alun – alun ini adalah tempat menunjukkan parade – parade hebat sang penguasa, sekaligus pernah menjadi kuburan bagi mereka yang tidak puas dengan pemerintahan.
Pagi itu meski terasa panas, mereka tetap saja asyik jeprat – jepret sambil mengitari square. Di sisi barat ada Great Hall of People dan sisi timur ada Museum Nasional, dua dari sepuluh Great Building yang dibangun untuk memperingati sepuluh tahun dirgahayu negera tirai bambu ini. Mereka tidak menyinggahi dua objek itu hanya motret kemudian menuju Monument to the People Heroes, sisi selatan alun – alun.
Monumen setinggi 37 meter itu tidak bisa disentuh. Untaian rantai membatasi para turis untuk mendekat. Seorang berseragam hijau berdiri menantang matahari hanya untuk memenuhi mandat sang penguasa untuk menjaga dari resiko vandalism. Padahal Son ingin membuktikan jika disitu searah jarum jam , relief – relief itu berbicara tentang delapan episode besar revolusi China.
‘Mereka berempat beranjak menuju Tian’anmen Gate via lorong bawah tanah subway East Tian’anmen ‘
Gate
Dipisahkan oleh Jalan besar Chang’an, sebuah jalan yang terkenal dengan insiden protest tahun 1989, berdiri Tian’anmen Gate. Simbol kenegaraan nasional. Foto besar sang ketua seberat 1,5 ton terpampang di depan gerbang merah itu.
Antrian terbagi menjadi tiga. Panjang dan panas…… Di setiap jembatan berdiri beberapa petugas. Ada yang berseragam ada yang tidak.
Dulunya gerbang ini adalah gerbang utama memasuki kota kekaisaran. Mulai di bangun pada tahun 1420 dengan gaya bangunan paifang. Paifang itu seperti gerbang masuk Pecinan atau klenteng. Saat itu namanya adalah Chéngtiānmén yang berarti Gerbang Penerimaan Mandat Surga. Seiring waktu gerbang ini melalui banyak hal. Tersambar petir, dibakar para pemberontak hingga kemudian direkonstruksi menjadi seperti saat ini. Tidak lagi bergaya paifang tapi sebuah bangunan besar yang kokoh.
Selain foto sang ketua besar, terpampang juga dua buah plakat. Sisi kiri (barat ) berbunyi “Long Live the People’s Republic of China” dan yang kanan (timur) berbunyi “Long Live the Great Unity of the World’s Peoples”.
Tiket masuk Tian’anmen berada di balik bangunan. Dan bukan merupakan tiket terusan ke Forbiden City. Dari balkon Tian’anmen kita bisa melihat dari perspektif penguasa negeri ini saat parade militer hari kemerdekaan….
Tian’anmen, Gerbang Kedamaian Surga. Kedamaian yang sebenarnya bermakna keteraturan dan kepatuhan. Kedamaian yang meredam gejolak dengan pemikiran dalam satu kebijaksanaan berbentuk senjata. Sebuah buah manis sekaligus pahit dari sebuah revolusi.
Kemuliaan abadi bagi para pahlawan rakyat yang mempertaruhkan hidup mereka dalam perang pembebasan rakyat dan revolusi rakyat dalam tiga tahun terakhir!
Kemuliaan abadi bagi para pahlawan rakyat yang yang mempertaruhkan hidup mereka dalam perang pembebasan rakyat dan revolusi rakyat di tiga puluh tahun terakhir!
Kemuliaan abadi bagi para pahlawan rakyat yang sejak 1840 kehidupan mereka ditakdirkan dalam banyak perjuangan melawan musuh-musuh domestik dan asing, dan untuk kemerdekaan nasional dan kebebasan dan kesejahteraan rakyat!
Mao Ze Dong.