9 Dzulhijjah
Maghrib telah tiba. Adzan berkumandang dengan syahdunya. Kami jelas akan ketinggalan sholat jamaah utama di masjid Namirah. Jarak kami terhadap masjid masih lumayan jauh. Kami mulai menakar apakah kiranya cukup waktu jika kami memaksakan untuk terus maju mengejar sholat di masjid Namirah sebelum Isya’ menghampiri, atau harus sholat dijalan seperti para ‘musafir’ lain yang kami temui dijalan ini.
Bulat keputusan kami, yaitu terus maju. Dengan konsekuensi semakin menambah kecepatan berjalan kami.
Mendekat dan terus mendekat, seiring dengan semakin bertambah besarnya penampakan masjid Namirah di mata kami. Ada perasaan tak sabar untuk segera sampai. Kaki pun tak terasa semakin bertambah cepat dalam melangkah.
Dan akhirnya saat yang dinanti itu pun tiba. Kami telah sampai di masjid Namirah. Masjid yang sangat besar. Yang ‘katanya’ bisa menampung sampai 350 ribu jamaah sholat. Enam buah menara menjulang menunjuk langit. Cahaya lampu membuat masjid tampak bersinar indah. Kami tak bisa berlama-lama menikmati indahnya suasana masjid ini dari luar, karena kami harus segera menunaikan sholat. Kami pun segera ‘turun’, mencari pintu masuk kedalam masjid ini.
Suasana terbilang cukup lengang dibagian shaf belakang ini, tempat dimana kami menunaikan sholat. Luar biasanya, shaf bagian depan tidak terlihat begitu jelas dari sini. Bisa terbayang seberapa luas masjid ini.
Selepas sholat, kami luangkan waktu sejenak untuk ber-leyeh-leyeh melepas penat, dan setelah itu waktunya kami untuk merangsek maju, melihat kebagian depan shaf (masjid).
Dalam perjalanan menuju depan, kami melihat sebuah garis batas yang seakan membagi masjid ini menjadi dua bagian. Dan memang itulah adanya. Masjid ini memang terletak pada dua wilayah, Arafah dan Wadi Uranah. Bagian belakang (arah kiblat) masjid masuk wilayah Arafah, sedangkan bagian depan masjid masuk wilayan Wadi Uranah. Lantas apa esensinya. Hal ini tidaklah menjadi penting jikalau bukan karena bab haji. Salah satu rukun haji adalah wukuf di Arafah. Wukuf yang harus dilaksanakan di wilayah Arafah, tidak boleh diluar Arafah. Sehingga pada saat wukuf esok hari jika sampai ada jamaah yang melintas garis ini, bisa dipastikan hajinya tidak sah. Hal itu pula yang membuat disetiap jalanan ada keterangan ARAFAT STARTS HERE dan ARAFAT ENDS HERE sebagai pemberi informasi batas-batas tanah Arafah.
Berbeda halnya seperti pada bagian belakang, dibagian depan masjid ini cukup ramai oleh jamaah. Terutama terpusat pada area sekitar mimbar. Area sekitar mimbar ini dibatasi oleh pagar kayu, dimana untuk dapat memasukinya harus melalui semacam gawang pintu yang terdapat pada beberapa sudutnya. Tampak beberapa jamaah sedang ‘beraktivitas’ sholat, mengaji dan berdzikir didalamnya. Kami sempatkan diri juga sejenak untuk ‘beraktivitas’ disini.
Karena kami harus melanjutkan ke ‘destinasi’ berikutnya, maka kami pun harus segera beranjak pergi. Kami pun juga tak ingin nanti pulang ke tenda terlalu larut malam sehingga membahayakan fisik kami, yang justru fisik kami dibutuhkan untuk puncak ibadah haji yaitu wukuf esok hari.
Kami berpamitan dengan masjid Namirah. Tujuan kami berikutnya adalah Jabal Rahmah. Berjarak kurang lebih 1,5 kilometer dari tempat ini.
(bersambung)