Pagi hadir dengan susah payah menyibak gerimis yang sejak semalam memainkan irama ketukan di Washington. Jalanan pun masih basah dan embun pagi bercampur dengan sisa gerimis semalam. Di waktu itu beberapa sendok omlette, sepotong roti, dan dua buah apel cukup untuk modal mengayunkan langkah ke sepanjang National Mall. Dalam hati harapan tidak hujan terus mengalun dalam benak.
Aku menyusuri jalan C St SE , mengarah ke Cannon House Office Building yang kemudian kami sampai ke jalan raya Independence Ave SE. Jalanan masih sepi, hampir tidak ada kendaraan berlalu lalang. Padahal jarum jam sudah bergerak ke angka 7.
Kami mulai memasuki area pedestrian Gedung Capitol, hingga kami sampai di Taman Botani yang lokasinya berdekatan dengan Lingkar Garfield dimana patung presiden ke-20 Amerika berada. Taman Botani ini merupakan salah lokasi yang disebutkan dalam novel The Lost Symbol. Sayang taman yang pembangunannya diusulkan sejak tahun 1816 ini belum buka. Dan sayangnya lagi gerimis kembali…………
Hari itu hari minggu 22 Mei 2016, kebetulan ada acara DC Bike Ride. Peserta nya sangat banyak dan seperti tidak terputus – putus hingga kami kesulitan menyeberang. Sambil mencari kesempatan menyeberang kami tetap menyusuri jalan Independence Ave SW sampai di perempatan Smithsonian Air and Space Museum. Karena barisan peserta DC Bike Ride tidak putus – putus, maka kami pun (bersama – sama beberapa bule ) nekad menyeberang ke arah Jefferson Dr SW.
Hawa dingin mulai terasa seiring butiran gerimis meresap dalam jaket merahku. Mendung masih mengendap di langit – langit Washington, tidak sudi beranjak meski waktu sudah mengantar matahari. Langkah kaki terhenti di depan sebuah bangunan yang unik , berwarna merah , kuno dan angkuh. Namanya Smithsonian Castle, kantor institusi Smithsonian dan juga merupakan pusat informasi. Bangunan bergaya Norman ini dibangun dengan susunan red sandstone dari Seneca. Setahuku gaya Norman merupakan gabungan dari gaya Victorian Gothic dengan motif Romanesque.
Sambil sejenak duduk , di sudut tenggara aku melihat ujung Washington Monument . Aku bangkit kembali melanjutkan langkah
Meski cuaca kurang bersahabat, para wisatawan cukup banyak di sekitar area Washington Monument. Melihat antrian masuk Washington Monument yang sudah lumayan panjang membuat kami memutuskan untuk menikmati dari luar saja.
Monumen berbentuk obelisk Mesir setinggi 554 kaki 7 11⁄32 inchi (169.046 m) ini dibangun untuk penghormatan kepada George Washington , presiden pertama Amerika , yang juga disebut sebagai seorang yang “first in war, first in peace and first in the hearts of his countrymen”. Pembangunan dimulai awal musim semi 1848 ini sempat terhenti karena perang sipil dan baru dilanjutkan kembali tahun 1878 hingga 1888, 30 tahun setelah Robert Mills (perancang monument) meninggal. Jika diperhatikan seksama , kita bisa melihat perbedaan warna batu di obelisk yang menjelaskan dua tahapan pembangunan.
Bentuk yang serupa dengan obelisk membuatku tidak bisa lagi memungkiri bahwa Freemason sangat berpengaruh di Negara Amerika. Secara George Washintong adalah Grand Master. Freemason sangat “memuja” budaya mesir lampau, banyak symbol – symbol yang kelompok ini gunakan di gambarkan dengan icon mesir kuno. Sampai – sampai di uang USD 1 ada gambar piramida tidak sempurna dengan Mata Yang Selalu Melihat. Modern tapi Occult sekali
Kata Langdon, obelisk adalah symbol phallus/lingga , symbol lelaki yang berdiri di atas Bumi, di mana Bumi adalah yoni – nya ( symbol perempuan ). Dua symbol ini merupakan icon kepercayaan kuno yang mungkin ada sebelum agama – agama modern lahir. Tidak hanya di Amerika, di beberapa Negara memiliki icon Lingga – Yoni meskipun sudah didesain secara lebih modern atau beragam , seperti Eiffel, KL Tower, Shanghai Tower dll.
Saat melanjutkan langkah ke arah monumen perang dunia II, cerita – cerita konspirasi dunia kembali mengusik otakku ……………….
One thought on “Menembus Gerimis di Washington”