Tujuan terakhir kami sebelum menuju ke Chiang Mai adalah Wat Arun, Temple of Dawn. Lokasi Wat Arun berdekatan dengan Grand Palace. Untuk mencapai lokasi kamipun menggunakan perahu penyebrangan dengan membayar ongkos 3,5 THB dari dermaga Tha Thien (N8).
Di dermaga pemberhetian anda bisa menikmati pemandangan ikan-ikan yang berebutan makanan yang dilempar para turis.
Sampai di lokasi, lagi-lagi Son membuat kekonyolan. Dengan santainya dia memasukkan kepalanya di sebuah gambar setinggi manusia yang bagian mukanya berlubang, dan meminta Chimot untuk memotretnya. Ketika Chimot hendak jepret, seseorang berkata “ 10 bath, Sir “.
OMG !!! ternyata bayar, kami pun meminta maaf sambil cekikikan. Kamipun kembali menuju pintu masuk Wat Arun. Dan kamipun masuk dengan semangat karena waktu yang semakin sempit.
Wow inilah salah satu site paling populer di landmark Bangkok, Wat Arun, sebuah candi bergaya khas Kmer, yang disebut Prang.
Lokasi Prang ( candi) yang bernama asli Wat Makok ( Olive Temple ) ini berada di sisi barat Sungai Chao Praya. Candi ini dibangun saat ibukota kerajaan masih di Ayutthaya. Beberapa nama lain candi ini adalah Wat Chaeng , nama yang diberikan oleh King Thaksin saat ibukota kerajaan beralih ke Thonburi ( posisi saat ini ), dan kemudian dirubah oleh King Rama IV dengan nama Wat Arunratchatharam pada tahun 1809. Nama ini masih digunakan hingga sekarang. Nama Arun sendiri diambil dari nama dewa fajar agama Hindu, Aruna.
Seperti halnya candi-candi Hindu lainnya, Wat Arun merupakan perwujudan dari Gunung Meru, pusat jagat raya dalam kosmologi Hindu. Secara keseluruhan terdiri 5 prang dengan posisi sebuah prang utama ( Phra Prang ) yang dikelilingi empat prang yang lebih kecil. Tinggi dari prang utama sekitar 80 meter dengan bagian paling atas terpasang trisula yang menurut informasi perwujudan dari Trisula Dewa Siwa ( Siva ). Empat prang yang lebih kecil merupakan bangunan dengan patung Phra Phai ( Dewa Angin ).
Bangunan ini dibangun dengan dekorasi menggunakan keramik. Di bagian dasar bercorak tumbuhan. Sedangkan bagian lebih atas terdapat patung raksasa Sahassa Deja (putih ) dan Thotsakan ( hijau ).
Kami ber-6 mencoba sisa stamina kami untuk menaiki Phra Prang. Tangga sangat curam dan sempit, jadi kami sangat berhati-hati . Di sini kami bisat melihat patung Dewa Indra yang mengendarai Erawan yang trepasang disetiap sisi. Mirip nama teman kami Ervan ( kemudian hari Mr. Mom dari Siem Rap berkata demikian juga ). Erawan sendiri adalah gajah berkepala tiga. Dari atas kami juga bisa melihat Grand Palace dan Wat Pho.
Menurut sejarah, Emerald Buddha awalnya diletakkan di sini setelah pengambilannya dari Laos ( Wat Sisaket, Vientiane, Laos – kami mengunjunginya 6 bulan kemudian). Tapi sejak tahu 1784 Emerald Buddha dipindah ke Wat Phra Kew.
Di sekitar Wat Arun terdapat pavilion-paviliun bergaya China, museum dan perpustakaan, namun kami tidak menyempatkan untuk memasukinya.
Walaupun bernama Temple of Dawn, saat yang paling menarik untuk menikmati Wat Arun adalah saat matahari tenggelam dari seberang sungai. Sayang kami harus melewatkannya , karena segera menuju Stasiun Hua Lampong guna menuju Chiang Mai malam ini.