Jam 4 Sore, saatnya kami kembali ke Hua Lamphong untuk menuju Chiang Mai. Sebenarnya kami belum puas mengunjungi Wat Arun, karena kami sangat penasaran dengan sunset di Wat Arun yang legendaries itu, sayang kami harus menuju Hua Lamphong sore itu juga. Tiba di Tha Tien kami langsung naik Chao Phraya Boat arah ke Sathorn, kemudian transit ke Saphan Taksin Station arah Sala Daeng.
Kami benar-benar takut dengan yang namanya terlambat, memang jadwal keberangkatan jam 8 malam, tapi kami “memperhitungkan” factor X yang tidak kompromi. Dengan begini kami tidak perlu tergesa-gesa dalam perjalanan menuju Hua Lampong. Sampai di Sala Daeng Kami transit ke Silom MRT Station arah Hua Lamphong dan sampai disana jam 5-an sore.
Jalan-jalan hari ini benar-benar sangat melelahkan. Ada 3 lokasi yang kami kunjungi hari ini dan semuanya dengan jalan kaki membawa tas backpack besar. “ sengkleh “ pundak kami rasanya dan ditambah lagi, tadi sempat kehujanan, hmm… badan terasa lemes dan sedikit meriang.
Saat itu Stasiun Hua Lamphong penuh dengan calon penumpang. Semua tempat duduk sudah penuh, kami pun lesehan sambil tidur-tiduran. Son langsung pulas tertidur, walau semangatnya setinggi sahabat-sahabatnya, dialah anggota yang paling ringkih, mudah banget jatuh sakit ( akhirnya di Kuala Lumpur dia jatuh sakit ). Chimot sibuk dengan catatan-catatan perjalanan, tujuan, budget dan uang yang sudah keluar. Mantos dan Edo, seperti biasa bercanda dengan menghisap rokok. Ervan mencari obyek untuk dipotret dan Purwo mulai mencari-cari orang untuk diajak praktek English conversation.
Menjelang jam 6 sore, tiba-tiba petugas Stasiun memerintahkan semua calon penumpang untuk berdiri. Awalnya kami kira tidak boleh tiduran di lantai, tapi ternyata kami baru ingat bahwa di Thailand ada semacam “ritual” penghormatan kepada Raja dan Ratu Siam. Tepat jam 6 sore, dikumandangkan lagu, semua calon penumpang berdiri menghadap ke arah foto sang Raja dan Ratu. Sangat terlihat banget betapa dicintai dan dihormatinya Raja oleh rakyatnya, sama dengan Sultan Jogja oleh masyarakat Jogja.
Setelah “ritual” itu selesai kami pun menunaikan ibadah secara bergantian. Persiapan bekal juga tidak lupa lakukan, walaupun di KA nanti ada jatah makan. Perjalanan ke Chiang Mai diperkirakan sekitar 14 jam perjalanan menggunakan KA Bisnis, jadi diperlukan cadangan minuman dan makanan.
Waktu keberangkatan pun tiba. Kami naik dengan semangat, karena ini pertama kalinya kami naik KA di Thailand. Seperti di Indonesia, disini juga disediakan bantal dan selimut, walaupun berstatus bisnis namun fasilitas sama dengan eksekutif kalo di Indonesia. Beberapa waktu kemudian datanglah pramugari membagikan jatah makanan. Untuk makanan isinya sama sedangkan minuman kita bisa memilih sesuka hati sesuai persedian. Dan seperti yang kami kira lauknya adalah daging babi. Wow…alangkah senangnya hati Ervan, dia surplus 5 lauk. Sedang kan yang lain hanya mengambil nasi kemudian dicampur dengan mie instan ( bawa dari tanah air ) yang di remes beserta bumbunya. Kebetulan Mantos bawa kecap (hahaha………..). Nyam-nyam….keterbatasan ini membuat makanan ini menjadi sangat lezat. Hmm…. Makanan sudah habis tapi perut masih berontak, sandwich non-pork pun kami makan ( kemudian hari kami sadar, ternyata ada unsur babinya di pastanya ). Akhirnya kami bisa pulas tidur dalam perjalanan ke Chiang Mai.