Di sebelah tenggara Masjid banten Lama terdapat situs reruntuhan bangunan Kesultanan Banten. Disebut Keraton Surosowan. Walaupun disebut keraton namun sama sekali tidak terlihat seperti keraton. Karena memang sekarang hanya tersisa benteng luarnya saja. Bagian dalam 98 % rata dengan tanah.
Untuk memasukinya kita perlu izin petugas Museum yang kantornya terletak di Utara situs ini. Karena pintu masuknya di digembok. Keraton ini mulai dipugar tahun 1977 dan sampai sekarang (mungkin) belum selesai.
Menurutku main gate nya ada di sebelah timur, karena gerbangnya terlihat paling besar. Benteng ini kira – kira seluas satu setngah lapangan sepakbola dengan ketebalan dinding kurang lebih satu meter. Karena keratonnya sendiri hamper rata dengan tanah jadi tidak bisa memperkirakan bangunan apa saja di dalam benteng ini, kecuali kolam Bale Kambang Rara Denok.
Keraton ini dibangun di masa Panembahan Hasunuddin, sultan pertama Banten (1526-1570 M) dan direnovasi dan ditambah benteng pada pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memiliki kemegahan seperti yang terlihat dari sisa – sisa reruntuhan ini. Pembangunan keraton ini melibatkan Hendrik Lucazoon Cardell (Pangeran Wiraguna). yang juga men-arsitek-i menara Masjid Banten. Nama Surosowan sendiri kemudian dipake pada gelar Panembahan Hasanuddin, yaitu Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan dan nama ibu kota Kesultanan Banten.
Keraton ini pertama kali rusak karena pertikaian antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji yang didukung oleh Belanda. Setelah dibangun ulang oleh Sultan Haji, pada masa peperangan antara Sultan Aliyudin II dan Herman William Daendels, keraton kembali rusak . Dan akhirnya pada tahun 1813, Keraton dibakar habis oleh Daendells setelah Sultan Alyudin kalah dan dibuang ke Ambon, seperti yang Nampak sekarang.
Sebenarnya situs Keraton Surosowan ini berpotensi untuk dijadikan tujuan wisata. Namun pengelolaan yang tidak maksimal dan jalur menuju situs ini kurang “baik” menjadikan situs ini hanya sebuah seonggok “ bangkai” kejayaan masa lampau. Sangat jauh dari pengelolaan situs – situs purbakala di Negeri seberang, yang sampai – sampai mendapatkan World Heritage Award dari UNESCO.
Karena saat ini pariwisata sudah menjadi salah nadi perekonomian dunia……………