Museum Kepurbakalaan Banten Lama
Cukup puas mengitari Keraton Surosowan, akupun menuju museum sebelah utaranya. Museum ini dinamakan Museum Kepurbakalaan Banten Lama. Tarif masuk hanya Rp.1000,-.
Museum ini tidak terlalu besar. Pertama kali masuk didominasi dengan informasi berupa tulisan, gambar dan foto tentang Kesultanan Banten. Menuju ke lebih dalam baru ada beberapa koleksi seperti senjata, gerabah, peralatan rumah tangga dan lain – lain.
Secara garis besar dari museum ini kita mengetahui seberapa “maju” Kesultanan Banten dalam hal perdagangan, hubungan internasional dan kebudayaan. Juga sejarah Kesultanan Banten. Namun sayang kondisi museum yang “biasa – biasa” saja dan menurut saya lebih sekedar tempat penyimpanan, terlintas sangat kurang menarik dikunjungi. Selain koleksi indoor, museum ini juga memiliki koleksi outdoor, namun sedikit sekali.
Bukti Eksistesi Komunitas Masyarakat China
Menara Pecinan Tinggi
Tidak banyak informasi yang aku peroleh dari bangunan ini. Yang jelas bangunan ini adalah sisa dari bangunan Masjid bergaya arsitektur Cina. Menurut informasi dari museum, bangunan ini lebih tua dari pada Masjid Agung Banten (Lama) dan dibangun oleh komunitas masyarakat China yang telah lama menetap di Banten.
Selain Menara Pecinan Tinggi, disebelah selatan masih tersisa lantai masjid dan bangunan mimbar masjid. Di sebelah utara terdapat gundukan tanah besar yang merupakan makam khas China lengkap dengan nisannya.
Vihara Avalokitesvara
Dari Menara Pecinan Tinggi kami menuju ke arah utara. Beberapa meter kemudian terlihat Vihara Avalokitesvara, salah satu vihara tertua di Indonesia. Vihara saat itu ramai pengunjung, tidak jelas untuk beribadah atau sekedar mengunjungi saja. Pengunjung didominasi etnis China. Karena pakaian kami yang lusuh kami mengurungkan niat untuk mengunjunginya. Keberadaan Vihara tersebut menjelaskan tentang toleransi beragama di zaman Banten Lama.