Papandayan (3) : Tersesat di Jalur Lama


Tegal Alun dari puncak

Tegal Alun dari puncak

Jalur ini benar – benar sudah tidak pernah dilalui. Semak belukar, dahan – dahan liar sudah menghalangi jalur ini. Tidak jarang tas dan baju kami tersangkut oleh lebatnya tanaman. Bahkan wajah kami juga tergores oleh ranting – ranting. Selain itu turunan yang curam , terkadang turun memanjat, melengkapi tantangan di jalur ini. Tidak ada petunjuk, hanya sisa – sisa jalan setapak yang mulai dikaburkan oleh waktu. Bonusnya kita bisa melihat Tegal Alun dan kawah Papandayan dari view yang jarang dimiliki orang.

Terpeleset

Terpeleset

Langit telah gelap, pukul 18.00, kami telah memasuki hutan. Mantos mengajak berhenti sejenak, sekedar membiarkan waktu Magrib berlalu, mungkin pengalaman di Semeru kembali merasuk di benaknya. Sayup – sayup suara adzan Magrib terdengar serasa menggetarkan hati kami. Masih kuingat perkataan Ibu, aku harus segera pulang ketika waktu Magrib akan tiba, ada Betara Kala sedang berkeliaran mau menculik anak – anak. Pesan itu hingga sekarang masih ku pegang, bukan karena takut dengan Betara Kala tapi lebih ketidaknyamanan saat waktu Maghrib tiba. Kata beberapa orang ini adalah waktu yang jahat – jahat keluar dari peraduan. Percaya ? Sekitar 10 menit kami berhenti. Kami kembali melanjutkan pejalanan. Head lamp dan senter sudah nyala, kami siap menembus kegelapan malam. Mantos di depan, Ardi di tengah, aku di belakang.

View Dari Puncak

View Dari Puncak

Waktu telah meunjukkan 19.30, tidak ada tanda – tanda ujung perjalanan. Tiba – tiba Mantos berkata “ Jalurnya terputus “. Serius loh ? Mantos yakin jalur terputus. Kami putuskan ikuti aliran air. Dingin menggores tulang kaki. Rasa lelah mulai membuat gontai langkah. Terpeleset dan terjatuh .angka 1700 mdpl sedikit membuatku frustasi. Aku masih ingat, kami start di pos 1 berada pada angka 1900 mdpl. Jelas kita sudah berada di posisi lebih bawah dari Pos 1. Kami memutuskan berhenti di tepian sungai. Ardi terlihat begitu kecapaian, kelaparan dan frustasi. Memang ini pengalaman pertama dia mendakai gunung. Mantos kembali mengajak melanjutkan perjalanan, kebetulan dia merasa merinding di situ. Kami kembali menyusuri tepian sungai. Suara aliran yang deras masih mampu member semangat kami untuk terus melangkah, meski jatuh dan terpeleset lagi……. Dan lagi.

Dam mentoklah kami di sebuah pagar pembatas ladang. Gonggongan anjing penjaga membuat kami takut sekaligus lega. Kami berteriak, siapa tahu ada orang di pondok kecil tengah ladang. Alhamdulillah ada jawaban. Kami pun izin memasuki ladang. Mantos lebih dahulu menemui sang penjaga. “ ini dah dekat dengan jalan aspal, jalan aja kesana ntar ada jembatan, 10 menitan aja “. Dan benar kami sampai di jalan beraspal. Jalan yang tadi pagi kami lalui untuk menuju titik pendakian Papandayan. Kami kebablasan dan harus naik 200 mdpl sepanjang kurang lebih 3 km.

Lelah telah membekap , kami terkapar di tepi jalan aspal. Roti terakhir kukasihkan Ardi. Tersisa air saja. Beberapa kali ada kendaraan yang membawa para pendaki ke Pos 1. Dalam hati ingin sekali minta bantuan, tapi niat itu selalu kami urungkan. Hampir saja kami meyerah sampailah kami di Pos penjagaan tempat kami membayar tiket. 1 jam perjalanan kami tempuh. Para penjaga sempat keheranan, koq bisa kami turun. Kami cuman mengaku mencoba jalur baru saja.

Tanpa membuang waktu kami pun segera membeli minuman hangat dan makan mie ayam. Pukul 22.00 kami menuju ke kontrakan Mantos, Bandung. Ardi langsung terlelap berselimut lelah. Sedangkan Mantos masih sempat menemaniku ngobrol, itu pun hanya sampai Leles. Tanpa sadar dia pun tenggelam dalam lelap. Tinggalah aku yang tersisa dalam sadar. Aku pacu kendaraan , target ku jam 12 malam sampai di kontrakan. Alhamdulillah pukul 24.00, sampailah kami di kontrakan Mantos. Bersih badan secukupnya, kami lanjut istirahat.

Minggu 11 Januari 2015

Sesuai rencana , selesai sholat Subuh , 05.00, aku dan Ardi bertolak ke Bekasi. Dalam perjalanan, Ardi ku ajak ngobrol biar aku ada temen. Pukul 07.00 harus sampai di Bekasi dilanjut sarapan Soto Betawi Juanda.

09.05 sampailah kami di rumah. Alhamdulillah, perjalanan kilat ini kami lalui dengan bahagia dan selamat.

Sepanjang kita didalam naungan Sang Esa

Ragu , takut pun akan binasa

Melebur dalam lembanyung sang Senja

Dan menjadi indah seindah gejolak lava Papandayan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s