Gunung Rinjani, Satu Pendakian Banyak Cerita (1)


Kisah perjalanan pendakian Gunung Rinjani 3726 mdpl 20-25 April 2011

Part 1: Sembalum Lawang
Part 2: Puncak Anjani – Segara Anak
Part 2: Senaru

Kami bahkan sudah memimpikannya jauh ketika kami baru mengenal pendakian gunung.

Bertemu dengan sahabat dekat untuk memulai sebuah petualangan baru, rasanya benar-benar luar biasa. Hari itu kami berlima, dari daerah masing-masing, Kediri, Jember, Krian, Garut dan Jakarta, berkumpul di Bandara Juanda untuk menantikan penerbangan menuju Lombok. Selain kasus harus bongkar-membongkar carrier karena gas tabung tidak boleh masuk pesawat, perjalanan 50 menit dari Surabaya menuju Ampenan Mataram ini terbilang lancar. Tiba di Bandara Selaparang pukul 2 siang waktu setempat. Untuk mengejar waktu Mantos dan Son langsung bergerak mencari mobil carteran menuju Sembalun Lawang. Sebenarnya untuk menuju Sembalun Lawang bisa juga menggunakan jasa angkutan umum via Aikmel. Namun karena waktu sudah sore dan kami juga berlima, maka lebih efektif jika kami menggunakan mobil carteran saja. Habisnya biaya juga beda sedikit, lebih cepat, dan jelas lebih nyaman. Dengan karakter kami berlima yang kurang lebih sama, yaitu malas tawar menawar yang berlebihan, maka 500 ribu merupakan harga kesepakatan mobil carteran untuk mengantar kami ke Sembalun Lawang. Lama perjalanan memakan waktu 3 jam.

Tiba di pos pendakian Sembalung Lawang sekitar pukul 8 malam. Setelah proses registrasi dengan membayar 10 ribu rupiah per-kepala, kami minta ijin untuk ikut menginap semalam karena kami baru akan memulai pendakian keesokan paginya. Malam tepat pada saat bulan purnama itu kami habiskan waktu dengan ngopi diwarung warga sambil bermain foto.

Dengan berenergikan mie rebus kami memulai pendakian dari gerbang resmi pukul 8 pagi. Sebenarnya ada rombongan pendaki lain yang mengajak untuk memulai dari tempat lain, yang merupakan shortcut yang dapat menghemat waktu 1-2 jam, namun kami urungkan niat untuk bergabung karena kami baru pertama kali kesini jadi kami ingin lewat jalur resmi saja dulu.

This slideshow requires JavaScript.

Setelah melalui ladang warga, trek savana yang luas sudah menanti untuk dilalui. Pemandangannya benar-benar sangat indah, dengan savana kuning terhampar sejauh mata memandang, dengan puncak Gunung Rinjani menjulang disatu sisinya. Kabar buruknya adalah, disiang hari yang sangat menyengat ini kami harus berjalan tanpa ada penghalang antara matahari dan kami, kecuali kain-kain ditubuh kami saja. Walaupun jalanan belum terlalu menanjak, namun dengan kondisi trek terbuka seperti itu benar-benar menguras energi. Mau berhenti tidak ada tempat berteduh, mau terus rasanya badan kami sudah membara sekali. Kurang lebih perjalanan 3 jam kami sampai di Pos I, Pos Pemantauan.

Pos Pemantauan ini terletak ditempat terbuka ditengah savana yang berada pada ketinggian 1300 mdpl. Ditempat tersebut terdapat sebuah gubuk semi permanen, yang kebetulan pada saat itu sedang roboh. Walaupun demikian masih bisa digunakan untuk tempat berteduh. Ditempat ini tidak ada sumber mata air. Kami beristirahat disana kurang lebih setengah jam untuk kemudian melanjutkan perjalanan lagi.

Perjalanan menuju Pos II masih sama seperti sebelumnya yaitu masih trek terbuka  ditengah savana. Dengan jarak antara Pos I dan Pos II yang tidak begitu jauh, yang rencananya kami akan melakukan istirahat besar disana, ditambah dengan saat itu kondisi matahari tepat diatas kepala, maka kamipun masing-masing tancap gas agar cepat sampai tanpa memperdulikan satu sama lain. Tepat satu jam, Son yang pertama kali sampai di Pos II, Pos Tengengean.

Pos II ini berada diketinggian 1500 mdpl yang terletak dipinggir jalur sungai. Di pos ini terdapat gubuk semi permanen. Ditempat inilah check point pertama untuk pendakian jalur Sembalun Lawang. Pada saat saya tiba disini, sudah banyak porter yang sedang mempersiapkan makan siang bule-bule bawaannya, yang sedang duduk leyeh-leyeh diatas jembatan. Sambil menunggu Mantos yang fisik dan kejiwaannya sedang labil yang membuatnya tercecer dibelakang, kamipun menuju sumber air untuk mengisi botol minum kami yang sudah hampir kosong. Setelah menyantap roti yang kami bawa, dan juga sudah reload air minum lagi, kami pun melanjutkan perjalanan lagi.

Trek savana sudah berakhir, namun perjalanan menuju pos III ini masih berupa trek terbuka dengan tanjakan juga belum begitu berat. Sekitar 1,5 jam perjalanan, kami pun tiba di Pos III, Pos Pada Balong.

Pos Pada Balong terletak diketinggian 1800 mdpl. Ditempat itu terdapat gubuk semi permanen dan juga sumber air. Pos ini terletak dipinggir aliran sungai. Kami beristirahat disini cukup lama, maklum ternyata kami tidak muda lagi. Segalanya terasa berat sekarang.

Hujan gerimis dan kemudian menjadi lebat mengantar keberangkatan kami dari Pos III. Kami akhirnya terbagi menjadi 2 group, saya dan son didepan, yang nekat menerobos hujan,sedangkan mantos, edo dan ervan dibelakang, yang menanti berharap hujan sedikit reda. Kali ini jalanan benar-benar menanjak, yang kadang, atau bahkan sering, naik harus dibantu dengan tangan. Malam, ditambah dengan hujan, benar-benar menyulitkan pendakian ini. Dan sialnya, untuk yang kesekian kalinya, raincoat saya sobek lagi dibagian selangkangan, membuat bagian bawah saya tak terlindungi lagi dari basah jika ingin duduk. Kesialan pertama.

Menurut informasi dari berbagai sumber, perjalanan dari Pos III ke Plawangan Sembalun memakan waktu 3-4 jam.  Sedangkan saat itu waktu menunjukkan pukul 9 malam, yang artinya saya dan Son sudah berjalan 5 jam lebih, dan bibir plawangan pun belum tampak. Sebelum berubah dari frustasi menjadi gila beneran, agar cepat sampai, saya dan Son memberlakukan aturan 10-30, 10 menit istirahat 30 menit jalan. Akhirnya tiba juga kami di bibir plawangan. Namun untuk menuju Pos Plawangan Sembalun masih harus menyisir bibir plawangan sekitar 30 menit. Tepat pukul 11 malam kami tiba di Pos Pelawangan Sembalun. Tidak ada tanda-tanda dari teman-teman di group 2. Kamipun segera mencari lahan diatara puluhan tenda dome yang sudah tersebar disana, untuk mendirikan tenda milik kami sendiri. Timeline sudah kacau. Karena seharusnya pagi dini hari kami harus summit attack. Sedangkan saat itu sudah tepat tengah malam, kami tidak punya energi tersisa jika harus langsung summit attack dengan waktu istirahat yang sangat singkat. Belum lagi kami masih terpisah satu sama lain. Kelelahan yang amat sangat membuat kami terlelap. Saya dan Son hanya berharap teman-teman digroup 2 baik-baik saja, dan bisa sampai di Pos Pelawangan Sembalun ini secepatnya.

(to be continued)

5 thoughts on “Gunung Rinjani, Satu Pendakian Banyak Cerita (1)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s