Ku tatap sebuah kota lama. Kota berpagar dinding besar bagai coretan kegalauan bangsa Spanyol periode abad 16 terhadap serangan bangsa Inggris, Belanda dan “kenakalan” Bajak laut China. Namanya berasal dari bahasa latin yang berarti “ Di dalam dinding “. Dindingnya hitam dan kadang berlumut, sehitam sejarah kolonialis yang mulai dilupakan oleh generasi yang malas menelaah makna perjuangan.
Diawali tahun 1590 setelah penaklukan, dinding Intramuros mulai berdiri. Sekarang diluarnya telah ditata lapangan Golf, menarik melihat bangunan kuno dengan hijaunya rumput yang rapi. Sesekali terlihat electric car melewati tengah lapangan mengangkut pecinta olah raga golf. Tentu saja “orang biasa” tidak bisa masuk karena ada parit yang lumayan lebar dan pagar besi yang membatasi.
Seperti lumrahnya defensive wall yang pernah ada. Selain dinding yang tinggi dan tebal, Intramuros dilengkapi dengan bastion dan parit sungai yang mengelilingi dinding.
Kami memasuki Intramuros di bagian timur. Tujuan pertama adalah Santiago Fort. Namun kami akan bercerita tentang Intramuros meskipun kami terlebih dahulu ke Santiago Fort. Lagipula Santiago Fort adalah sebagian dari system keamanan Intramuros dahulu kala.
Kami berdiri di alun – alun utama kota ini, Plaza de Roma. Patung Raja Spanyol Carlos IV berdiri di Plaza de Roma menghadap pintu Katedral. Dalam keangkuhannya sebagai raja, terlihat bahwa dia juga seorang hamba Tuhan yang juga butuh restu Tuhan dalam melangkah. Sedangkan Katedral Manila begitu anggun dengan menara – menara runcing, seakan memberi tanda para jemaat dimana mereka bisa mengadu pada Tuhan di Surga.
Sir John Bowring, Gubernur Jenderal Inggris Hong Kong bercerita, kota ini tidak seperti kota colonial yang rasis seperti Batavia atau kota colonial lain. Berbagai ras hidup di dalam kota ini. Sangat mengherankan namun mengagumkan.
Kami berjalan pelan dalam nuansa eropa yang kental. Gaya arsitektur yang khas membuat hati tergoda untuk bertanya dan bermimpi tentang kota – kota di daratan eropa. Deretan café dan restaurant saat itu sedang “tertidur” setelah malam hari lelah memanjakan para turis dalam maupun mancanegara.
Intramuros sebuah kota monument dimana tanahnya pernah tergenang darah para pejuang Filipina dalam perang kemerdekaan melawan kolonialisme Amerika selalu berbisik pada seluruh negeri dalam bentuk bangunan. Tidak seperti Batavia yang hanya berbicara dalam sebuah nama, karena pondasinya telah hilang diinjak pondasi – pondasi jalan tol dan symbol – symbol kemodernan.
Menulusuri jalanan Intramuros hingga terlihat gerbang. Kami pun berlalu dalam rasa kepuasan