Bercumbu Dengan Alam Bukan Menggagahinya


Cisewu - Pamuengpeuk

Cisewu - Pamuengpeuk

Berapakali sih aku mendaki gunung ? Ah masih bisa dihitung dengan jemari. Terakhir adalah Rinjani, hampir setahun yang lalu. Rencana mendaki selanjutnya adalah Agung, Tambora dan Guntur, ketiganya masih sekedar rencana kosong.

Kebetulan saat ini dua orang staf ku ternyata hobi mendaki gunung semasa mudanya. Berbagai cerita ini itu. Mengasyikkan akhirnya punya temen ngantor untuk ngobrol soal mendaki gunung. Secara jumlah gunung mungkin aku menang, tapi tidak dengan jumlah kali mendaki gunung. Ya, mereka spesialis mendaki gunung di Jawa Barat.

Mungkin sampai saat ini paradigma ku tentang mendaki gunung adalah sebuah penaklukan. Caraku bercerita pun begitu sok “saya sudah ini lho, pernah gini, bisa gitu ” dsb. Hingga suatu saat Chimot memposting tulisan prosa tentang pendakian. di G+ Terhenyak dan berasa disentil nan tersindir. Tidak ada penaklukan dan tidak adanya takluk dalam suatu pendakian. Malahan kitalah yang digembleng alam.

Begitupula dua staffku saat bercerita. Tidak ada kesan menceritakan kehebatan dan keberhasilan mereka namun lebih ke pengalaman spiritual. Porsi menceritakan keindahan pun tidak banyak. Cerita mereka lebih berkutat pada makna setiap langkah, setiap derajat elevasi, setiap duri hawa dingin dan sisi tersembunyi yang sering bersembunyi dibalik topeng sikap dan perilaku. Dan tentu saja bagaimana lengan – lengan Tuhan selalu menjaga hambanya.

Kini aku mengerti, mendaki gunung itu untuk bercumbu dengan alam bukan menggagahinya. Mendaki gunung itu untuk merobek kedok penutup siapa diri kita. Mendaki gunung itu adalah miniature perjalanan hidup kita.

Puncak adalah tujuan utama, sunrise adalah pahalanya dan turun dengan selamat adalah cita – cita yang hakiki. Apalah artinya mencapai apa yang kita inginkan bila suatu kelak kita tidak diterima di-sisi Nya sebagai hambaNya seutuhnya.

Sekarang aku sering di Pameungpeuk. Suatu wilayah yang terbentang dari jajaran bukit, lekukan lembah, curamnya jurang dan panasnya suasana pantai. Suatu tempat yang sering jadi olok-olokan teman sejawatku. Suatu tempat yang tidak ada nilai gengsinya bagi orang yang hanya mengejar “puncak”.

Aku merindukan heningnya alam yang kian tenggelam di telan buruk rupanya wajah para pemimpin negeri ini. Meski kadang taring – taring iri berliurkan dengki mengoyak mengoyak hati yang ingin sekali bersabar.

Dan mungkin karena itu Tuhan memberikanku lokasi kerja yang jauh dari hiruk pikuk nafas kota. Namun tidak munafik, tak jarang aku merindukan cepat deru derap denyut nadi kota .………

One thought on “Bercumbu Dengan Alam Bukan Menggagahinya

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s